Studi Kasus 1
Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam
Penyuluhan Pertanian
Teknologi Informasi Penyuluhan di Jepang
Penyuluhan Petanian di Jepang (meliputi
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) berawal pada tahun 1948 dengan tujuan utama
mengembangkan difusi inovasi teknologi yang diperoleh dari Lembaga Penelitian
Pertanian untuk diteruskan kepada para petani agar mengadopsi dan
mengadaptasikannya pada kondisi usahatani yang nyata pada wilayah-wilayah
pengembangan pertanina. Tujuan penyuluhan terfokus pada penerapan inovasi
teknologi guna meningkatkan ketersediaan pangan dalam jangka panjang ke depan
menyusul kekalahan negaranya dalam Perang Dunia ke-2.
Kini kegiatan penyuluhan lebih
diperluas, mencakup subsektor pendukungnya berupa teknologi maju, pengelolaan
kesuburan tanah, pemenuhan kebutuhan finansial usahatani dan lainnya. Berkaitan
dengan keterbatasan personalia Penyuluh Pertanian dan keterbatasan finansial
pemerintah pusat dan wilayah (perfecture), maka kini di Jepang formulasi
penyebaran informasi sebagai promosi, mengawali kegiatan penyuluhan dan
komunikasi inovasi teknologi, bertumpu pada penggunaan komputer dan teknologi
informasi yang lebih efektif dan efisien. Materi informasinya bukan hanya
inovasi teknologi, tetapi juga inovasi kelembagaan, metode penyelenggaraan
peenyuluhan, serta ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya. Pemeran utama dalam
hal ini justru bukan semata dari kelembagaan Pemerintah Jepang, melainkan juga
dari Organisasi Non Pemerintah yaitu Asosiasi Pembangunan dan Penyuluhan
Pertaninan Jepang (Japan Agricultural Development and Extension Assosiation).
Assosisasi ini telah membangun suatu sistem pertukaran informasi diantara para
Pemandu Penyuluhan Pertanian pada setiap wilayah pengembangan, dengan materi
kumpulan kasus-kasus Penyuluhan Pertanian yang berbasis pada Programa
Penyuluhan, informasi tentang Metode Penyuluhan, informasi teknis komoditas
yang dikembangkan para petani, dan informasi tentang temuan inovasi teknologi
oleh Lembaga Penelitian Pertanian.
Dengan perangkat teknologi informasi,
para Pemandu Penyuluhan petanian dapat dengan cepat mempertukarkan informasi
spesfik lokasi ke wilayah pengembangan lainnya. Perangkat yang digunakan
berkembang seiring waktu. Jika pada tahun 1975 sebagai, awal penerapannya
menggunakan “Surat Berantai” (Snail Letter), maka pada tahun 1985 beralih
dengan menggalakkan penggunaan faximili, dan pada tahun 1990 diramaikan dengan
penggunaan jaringan komunikasi personal yang diberi nama : Nilai Tambah
Jaringan Kerja Penyuluhan (Fukyu/Extemion Value Added). Jaringan komunikasi yang
paling populer diterapkan pada tahun 2000 sampai saat ini, sistem diberi nama
Jaringan Kerja Informasi Penyuluhan (Extension Information Network) atau
isingkat El-Net, dipadukan dengan internet, home page, dan dioperasikan oleh
Pusat Teknologi Informasi Jepang.
Dipihak lain pemerintah berperan
menggerakkan Penyuluhan Pertanian untuk masyarakat tani dan publik lainnya
dengan pelayanan gratis karena biaya yang diperlukan sudah termasuk pembiayaan
pemerintah. Dengan sistem penyuluhan demikian itu, lembaga Kerjasama Pelayanan
Penyuluhan (Cooperative Extension Services) menyelenggarakan penyuluhan dengan
dukungan fiansial pemerintah pusat dan wilayah (perfecture). Di Jepang pada
tahun 2005 yang lalu terdapat sekitar 9.000 Penyuluh Pertanian yang bekerja pada
450 Pusat Penyuluhan Pertanian, tersebar pada wilayah pemerintahan (Perfecture)
dan bersinergi dengan Lembaga penelitian Pertanian wilayah setempat.
Karakteristik pemanfaatan Teknologi
Informasi di Jepang, didominasi oleh Lembaga Jaringan Kerja Informasi Pertanian
yang bernaung di bawahy Assosiasi Pembangunan dan Penyuluhan Pertanian Jepang,
menempatkan Pemandu Penyuluhan Wilayah sebagai sasarannya. Jaringannya
bersifatnya tertutup, ruang lingkup seluruh Jepang, dan melibatkan banyak
pihak, yakni (i) Departemen Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, (ii) Pemerintah
Wilayah (Perfecture), (iii) Pusat-pusat Penyuluhan, (iv) Lembaga Penelitian
Pertanian Nasional, dan (v) Perusahaan publik. Selain lembaga tersebut diatas,
dijumpai pula Jaringan Kerja Lokal yang bersifat tertutup, dioperasikan oleh
pemerintah wilayah dan Pusat Penyuluhan Petanian dengan sasaran utama para
petani , melibatkan lembaga pemerintahan wilayah, pusatpusat penyuluhan,
lembaga penelitian pertanian wilaya, dan koperasi pertanian serta petani, dengan
ruang lingkupnya wilayah. Adapun Home page, jaringan teknologi informasi yang
bersifat umum, terbuka dan dapat diakses semua pihak, termasuk petani dan
konsumen pertanian, melengkapi jaringan teknologi informasi lainnya.
Bagaimana dengan Penyuluhan di
Indonesia?
Penyuluhan Pertanian di Era Kemerdekaan
Indonesia saat ini terpaut 20 tahun ke belakang dari segi waktu dengan
Penyuluhan Pertanian di Jepang, namun dengan kondisi yang berbeda yakni Jepang
baru saja kalah perang versus Indonesia yang baru merdeka. Penyuluhan mulai
diintensifkan sejak awal tahun 1970-an, dengan pendekatan terpadu penyediaan
sarana pendukung, pengiolahan dan pemasaran hasil, serta dukungan finansial di
satu sisi, dan menarik dukungan struktur pedesaan progresif di sisi lainnya. Pandekatan
ini lazim disebut dengan Bimbingan Massal (Bimas) yang disempurnakan dengan
Wilayah Unit Desa (Wilud), mengacu kepada Grand Teori A. T. Mosher tentang
Pembangunan Pertanian.
Perangkat kelembagaanya kemudian lebih
disempurnakan dengan lahirnya dan berperannya organisasi dan kelembagaan Balai
Penyuluhan Pertanian pada tahun1977 (efektif tahun 1978) yang berbasisi secara
lokal/kecamatan pada setiap Kabupaten/Kota, dan Balai Informasi Pertanian (BIP)
yang keberadaannya melayani informasi inovasi teknologi pertanian pada wilayah
propinsi. BPP sebagai home basenya Penyuluh Pertanian, sebagai konsumen
informasi, dan BIP sebagai produsen dan pelayan informasi. Peran optimal
Penyuluhan Petanian dan perangkat pendukungnya diyakini banyak pakar pertanian
telah menyumbang 60% pencapaian swasembada beras kita pada tahun 1984 yang
lalu.
Kini di Era Komunikasi Global dimana
perangkat Teknologi Informasi berupa internet yang semarak dengan penyelenggara
komersial berupa Warung Internet (Warnet), bukan lagi barang asing. Terlebih
lagi, perangkat Teknologi Informasi pada tingkat Departemen Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai-Balai Penelitian dan Pengembangan
Komoditas Pertanian sebagai penghasil inovasi teknologi pertanian, juga telah
memadai. Di tingkat wilayah saat ini terdapat 30 Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP), perangkat organisasi Badan Litabang Pertanian yang
mengakuisisi peran Balai Informasi Pertanian tempo dulu, berperan sebagai
penghasil Teknologi Tepat Guna Spesifik Lokasi, sekaligus memberikan contoh
diseminasinya, kini juga dilengkapi dengan perangkat Teknologi Informasi.
Dengan demikian, perangkat pemerintah
pusat dan sumber-sumber inovasi teknlogi, termasuk perangkatnya di wilayah
pengembangan pertanian nampaknya siap berperan tanpa hambatan (contoh terbaru
lahirnya Website Prima Tani). Karena itu, saatnya perhatian dan upaya
penyediaan perangkat Teknologi Informasi diarahkan kepada pengguna inovasi
teknologi secara lokal kabupaten dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), yang
bersentuhan langsung dengan berjuta petani yang haus akan inovasi teknologi dan
rekayasa kelembagaan pedesaan progresif, melengkapi sistem, media dan metode
penyuluhan konvensional kita saat ini yang sedang bergelut dengan peningkatan
kinerjanya.
Dilihat dari contoh artikel diatas
pastinya terdapat perbedaan antara
system informasi di Jepang dan Indonesia. Di Jepang sudah pasti terlebih dahulu
melakukan penyuluhan pertanian serta teknologi dan inovasi-inovasi yang lebih
maju dibanding Indonesia. Akan tetapi Indonesia bukan tidak mementingkan hal
ini karena sadarnya akan pentingnya teknologi informasi dan komunikasi dalam
pertanian, maka sudah banyak berkembang teknologi informasi dalam pertanian
seperti yang diuraikan pada artikel diatas. Tetapi sayangnya teknologi
pertanian ini belum seutuhnya merata ke petani-petani kecil yang sebenarnya
sangat begitu membutuhkan agar lebih bisa berpikir maju dan modern. Sehingga
dalam pengembangan usaha tani bisa jauh lebih baik contohnya saja dengan
agribisnis, dimana petani bisa sekaligus menjadi entrepreneur atau wirausaha.
Petani tidak buta dengan bisnis pertanian dan tidak dibodohi oleh orang-orang
yang mengambil keuntungan dari keterbelakangan petani itu sendiri dalam hal
bisnis. Dengan masuknya teknologi serta inovasi-inovasi dalam pertanian
diharapkan petani pun tidak lagi identik dengan kemiskinan dan kebodohan akan
tetapi petani identik dengan pintar, kaya dan bisa menjadi pekerjaan yang
sangat dihargai oleh seluruh aspek masyarakat.
Studi Kasus 2
PENERAPAN ERP DALAM PERUSAHAAN
AGRIBISNIS (STUDI KASUS : PT AGRO INDOMAS)
PT Agro Indomas adalah perkebunan tertua
dan terbesar di Indonesia di bawah naungan Goodhope Asia Holdings Ltd. Goodhope
adalah induk perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Malaysia dan
Indonesia. Mereka juga punya perkebunan di Sri Lanka. Kantor pusat Goodhope
sendiri berada di Singapura. Untuk mendukung pertumbuhan bisnisnya yang makin
kompleks di sektor perkebunan, Agro Indomas meng-upgrade sistemnya ke Oracle JD
Edwards Grower Management. Ini merupakan implementasi pertama Grower
Manajement di ASEAN dan juga menjadi
implementasi Oracle JD Edwards Grower Management pertama bagi industri perkebunan
kelapa sawit. Sebelumnya, untuk mengelola operasional perkebunannya, Agro
Indomas menggunakan sistem lama yang tidak terpusat.
Paket ERP yang digunakan oleh PT Agro
Indomas adalah Oracle JD Edwards Grower Management dan SAP R/3. Dimana
masing-masing paket memiliki kekurangan dan kelebihan. SAP R/3 dikenal dengan
kelengkapan modul dan integrasinya yang baik. Selain itu, SAP R/3 juga memiliki
kontrol akses yang baik. PT Agro Indomas membuat atau memakai system ERP
bertujuan untuk mengintegrasikan dan mengoptomasikan proses bisnis yang berhubungan
dengan aspek operasi, produksi maupun distribusi di perusahaan.
Sistem ERP Oracle telah memberikan
keunggulan berikut untuk PT Agro Indomas dan Goodhope grup seperti:
• Solusi
aplikasi tunggal untuk seluruh perkebunan dan kemampuan untuk membakukan proses
bagi semua anak perusahaan perkebunan mereka.
• Pengelolaan
perkebunan end-to-end yang terintegrasi mulai dari pengelolaan perkebunan
sampai pengolahan dan bahkan hingga sistem keuangan.
• Integrasi
real-time yang dari JD Edwards EnterpriseOne dapat digunakan sebagai layanan
bagi berbagai divisi lain berkat dukungan Oracle E-Business Suite.
• Proses
pengolahan dan perencanaan perkebunan terintegrasi melalui Oracle Hyperion
Planning sehingga rencana kerja dapat diprediksi anggarannya dan dapat dengan
mudah dievaluasi tingkat kinerjanya.
• Pengoperasian
jembatan timbang otomatis yang terintegrasi dengan JD Edwards EnterpriseOne
menyediakan informasi real-time yang diperlukan untuk memvalidasi tingkat
produktivitas dan mengelola kinerja operasional.
• Solusi
ini memungkinkan perusahaan untuk membuat unit layanan bersama dengan
mengintegrasikan solusi ini terhadap IBM FileNet dan menghasilkan penghematan
biaya yang cukup berarti.
• Penggelaran
ini adalah implementasi pertama Grower Manajemen di ASEAN dan juga menjadi
implementasi Oracle JD Edwards Grower Management pertama bagi industri
perkebunan kelapa sawit.
• JD
Edwards Grower Management memungkinkan perusahaan untuk menangkap rincian dan
atribut penting terkait blok tanah yang dikelola. Sistem ini akan memberikan
informasi mengenai beragam kegiatan yang dilakukan sepanjang siklus
pertumbuhan, mulai dari rencana pra-tanam hingga data mengenai perawatan umum.
Solusi ini menyederhanakan teknologi informasi dan pelaporan melalui sebuah
aplikasi enterprise yang terintegrasi.
• Perusahaan
juga telah menerapkan Oracle Hyperion Aplikasi Performance Management danOracle
Business Intelligence Enterprise Edition untuk kebutuhan Intelijen Bisnis
mereka. Implementasi ini memberikan manajer senior akses langsung ke portal
Business Intelligence terkait semua informasi dan laporan sehingga staf kantor
tidak perlu lagi sibuk menyiapkan laporan.
Sitem Enterprise Resource Planning (ERP)
mengintegrasikan antara Oracle JD Edwards Grower Management dan SAP S/3 dapat
menghasilkan banyak informasi yang saling berhubungan, terutama informasi
informasi terkait dengan keadaan di perkebunan, akuntansi dan laporan keuangan,
sehingga akan memberikan informasi komprehensif dan terintegrasi yang berguna
untuk komunikasi di antara orang-orang dalam perkebunan tersebut, serta
memudahkan manajemen perkebunan tersebut untuk mengambil tindakan atau membuat
keputusan tepat waktu dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Melalui
komunikasi yang baik juga akan meningkatkan keharmonisan kerjasama antar-departemen
dalam perusahaan manufaktur itu.
Bagaimanapun, proses implementasi ERP
tidak hanya berhenti sampai selesainya instalasi software komputer, tetapi
harus dilanjutkan dengan optimasi proses secara terus-menerus agar mencapai
tujuan perusahaan seperti pertumbuhan (growth), ketangkasan (agility), dan
kemampuan menciptakan keuntungan (profitability).Semua ini akan tergantung pada
efektivitas dari manajemen sistem, karena kekuatan dari suatu sistem manufaktur
sangat tergantung pada manajemen dari sistem manufaktur itu dan kualifikasi
sumber daya manusia yang menempati posisi manajemen. Dengan demikian perlu
direkomendasikan agar implementasi sistem ERP menggunakan pendekatan
“cross-functional team” yang melibatkan semua departemen fungsional dalam organisasi.
Jadi, Enterprise Resource Planning atau
ERP adalah suatu sistem yang dapat membantu perusahaan untuk mengintegrasikan
seluruh area fungsional bisnis dalam satu siste informasi yang dapat
diandalkan. Enterprise resource planning (ERP) merupakan salah satu solusi
sistem informasi terintegrasi dan terpadu yang digunakan oleh sebuah perusahaan
dalam menjalankan bisnisnya. Paket ERP yang digunakan oleh PT Agro Indomas
adalah Oracle JD Edwards Grower Management dan SAP R/3. Dimana masing-masing
paket memiliki kekurangan dan kelebihan. Oracle JD Edwards Grower Management
memiliki keunggulan kerena merupakan solusi aplikasi tunggal untuk seluruh
perkebunan dan kemampuan untuk membakukan proses bagi semua anak perusahaan
perkebunan mereka. Pengelolaan perkebunan end-to-end yang terintegrasi mulai
dari pengelolaan perkebunan sampai pengolahan dan bahkan hingga sistem
keuangan. Sedangkan SAP R/3 dikenal dengan kelengkapan modul dan integrasinya
yang baik. Selain itu, SAP R/3 juga memiliki kontrol akses yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar