Kata Referendum atau Plebisit berasal dari bahasa Latin yaitu plebiscita
yang berarti pemilihan langsung, dimana pemilih diberi
kesempatan untuk memilih atau menolak suatu tawaran/usulan. Di
Indonesia sering disebut Jajak Pendapat sedangkan di Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) disebut Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination).
Referendum
atau jajak pendapat rakyat atau apa pun namanya yang berkaitan dengan
pilihan sikap, tentunya harus
berdasarkan hati nurani dan tidak mendapat tekanan dari pihak-pihak lain. Prosesnya benar-benar berjalan langsung,
umum, bebas,
rahasia dan jurdil.
Referendum (dari bahasa Latin)
istilah bahasa Indonesianya: pemungutan
suara untuk mengambil sebuah keputusansecara intern . Pada sebuah referendum,
biasanya orang-orang yang memiliki hak pilih dimintai pendapatnya. Hasil
referendum bisa dianggap mengikat atau tidak mengikat.
UNDANG-UNDANG TENTANG REFERENDUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal
1
Yang dimaksud
dalam Undang-undang ini dengan :
a. Referendum
adalah kegiatan untuk meminta pendapat rakyat secara langsung mengenai setuju
atau tidak setuju terhadap kehendak Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk
mengubah Undang-Undang Dasar 1945;
b. Pendapat rakyat
adalah pernyataan oleh Pemberi Pendapat Rakyat;
c. Pemberi
Pendapat Rakyat adalah Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
Pasal 2
Referendum
diadakan apabila Majelis Permusyawaratan Rakyat berkehendak untuk mengubah
Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan, Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/ MPR/1983.
Pasal 3
(1)
Referendum diselenggarakan dengan
mengadakan pemungutan pendapat rakyat secara langsung, umum, bebas, dan
rahasia.
(2)
Pemungutan pendapat rakyat
dilakukan dengan menggunakan surat pendapat rakyat.
Pasal 4
Semua Warga Negara
Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan, sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-undang ini, mempunyai hak memberikan pendapat rakyat.
BAB II
DAERAH REFERENDUM, PENYELENGGARAAN/
PELAKSANAAN, DAN ORGANISASI
PENYELENGGARA/PELAKSANA REFERENDUM
DAERAH REFERENDUM, PENYELENGGARAAN/
PELAKSANAAN, DAN ORGANISASI
PENYELENGGARA/PELAKSANA REFERENDUM
Pasal 5
(1)
Daerah referendum adalah wilayah
Negara Republik Indonesia.Tempat/gedung
(2)
Perwakilan Republik Indonesia di
luar negeri termasuk daerah referendum.
Pasal 6
Referendum
diselenggarakan dalam waktu selama-lamanya 1 (satu) tahun terhitung sejak
dimulainya pendaftaran Pemberi Pendapat Rakyat sampai dengan penyampaian hasil
referendum kepada Presiden sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 7
Pemungutan
pendapat rakyat dilaksanakan dalam 1 (satu) hari dan serentak di seluruh
wilayah Negara Repubhk Indonesia.
Pasal 8
(1) Pelaksanan
referendum dipimpin oleh Presiden.
(2) Presiden
menunjuk atau membentuk suatu badan atau lembaga untuk melaksanakan referendum,
yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 9
(1) Untuk
melaksanakan referendum dibentuk Panitia Pelaksana Referendum di tingkat
Propinsi, Kabupaten/Kotamadya, Kecamatan, Kelurahan/ Desa, dan di Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri.
(2) Gubernur,
Bupati/Walikotamadya, Camat, Lurah/Kepala Desa, dan Kepala Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri karena jabatannya masing-masing menjadi Ketua Panitia
Pelaksana Referendum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Panitia
Pelaksana Referendum terdiri dari unsur Pemerintah.
(4) Pada Panitia
Pelaksana Referendum dibentuk Panitia Pengawas Referendum.
(5) Susunan,
tugas, fungsi, tata kerja, dan hal-hal lain mengenai Panitia Pelaksana
Referendum dan Panitia Pengawas Referendum diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB III
PENERANGAN REFERENDUM
PENERANGAN REFERENDUM
Pasal 13
(1) Sebelum
dilakukan pemungutan pendapat rakyat, kepada seluruh rakyat diberikan penerangan
seluas-luasnya mengenai penyelenggaraan referendum.
(2) Segala sesuatu
mengenai penyelenggaraan penerangan referendum diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal 23
Apabila di suatu
tempat di dalam daerah referendum, sesudah diadakan penelitian dan pemeriksaan
ternyata terdapat kekeliruan, kesalahan, atau hal-hal lain dalam pemungutan
pendapat rakyat yang mengakibatkan tidak dapat dilakukan penghitungan pendapat
rakyat, maka Panitia Pelaksana Referendum di tingkat Propinsi, Kabupaten/Kotamadya
yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh instansi Pemerintah setempat, dan di
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, dapat mengadakan pemungutan
pendapat rakyat ulangan di tempat yang bersangkutan dengan mengingat ketentuan
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Pasal 24
Apabila di suatu
tempat di dalam daerah referendum tidak dapat diselenggarakan referendum atau
penyelenggaraannya terhenti disebabkan oleh keadaan yang memaksa, maka sesudah
keadaan memungkinkan, segera diadakan referendum ulangan atau referendum
susulan di tempat yang bersangkutan dengan mengingat ketentuan batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
MAKLUMAT
Maklumat" yang berasal dari bahasa Arab
diartikan (1) pemberitahuan; pengumuman; (2) pengetahuan; mualamat. Jadi, arti
harfiah dari kata-kata "dekrit" dan "maklumat" itu adalah
pengumuman. Maklumat atau informasi merupakan hasil daripada
pemprosesan, pengumpulan dan penganalisaan data yang dapt menambah pengetahuan kepada penerima maklumat. Secara
ringkas, maklumat merupakan konteks apabila data digunakan.
Elite politik berlomba bicara keras dalam
penentangannya terhadap Presiden Abdurrahman Wahid dengan pernyataan-pernyataan
yang membingungkan. Ketika mencuat isu Presiden Abdurrahman Wahid akan
mengeluarkan dekrit pembubaran DPR, dijawab oleh kalangan anggota DPR, "Ayo
keluarkan dekrit kalau berani." Dan ketika muncul Maklumat Presiden
tanggal 28 Mei, ada anggota DPR yang bilang, "Lho. katanya dekrit, kok
cuma maklumat." Situasi dan suasana perpolitikan seperti dalam permainan
silat, "Lu jual, gua beli!". Rakyat hanya mengelus dada.
Dekrit,
maklumat, memorandum DPR, SI-MPR seperti juga pemilihan umum, kehidupan
kepartaian, hubungan antar-alat perlengkapan negara, penyaluran aspirasi
rakyat, hak asasi manusia (HAM), dan lain-lain yang mengenai organisasi negara
adalah masalah Hukum Tata Negara; bukan semata-mata masalah politik. Bukan pula
sekadar masalah Hukum Perdata yang bermuara pada kata "kalah atau
menang", bukan pula Hukum Pidana yang menghasilkan putusan "salah
atau benar".
Cerita tentang
maklumat
Pasal
IV Aturan Peralihan UUD'45 berbunyi, "Sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk
menurut UUD ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan
komite nasional." Kedudukan Komite Nasional yang untuk sementara bertugas
membantu Presiden-berarti melaksanakan fungsi eksekutif- ternyata menimbulkan
ketidakpuasan pada sementara golongan masyarakat, mencuat pada Sidang II KNP
16-17 Oktober 1945 di Jakarta.
Dalam sidang ini Sutan Sjahrir dan kawan-kawan. mengajukan usul kepada pemerintah mengenai perubahan kedudukan dan tugas KNP. Isi usul yang pada hakikatnya mengubah ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD'45:
Dalam sidang ini Sutan Sjahrir dan kawan-kawan. mengajukan usul kepada pemerintah mengenai perubahan kedudukan dan tugas KNP. Isi usul yang pada hakikatnya mengubah ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD'45:
1). Sebelum terbentuk
MPR dan DPR, Komite Nasional Pusat diserahi kekuasaan legislatif dan ikut
menetapkan garis-garis besar haluan negara.
2) Berhubung dengan
gentingnya keadaan, pekerjaan sehari-hari KNP dijalankan oleh sebuah Badan
Pekerja yang dipilih di antara dan bertanggung jawab kepada KNP.
Wakil Presiden Moh Hatta yang hadir sebagai wakil pemerintah langsung menyatakan setuju dengan usul tersebut, dan seketika itu pula dibuat ketetapan berupa "Maklumat Wakil Presiden No. X" tanggal 16 Oktober 1945. Kehidupan negara baru yang pondasi bangunannya belum kokoh ditambah keadaan dan situasi revolusi itu menghendaki tindakan serba cepat, sementara sarana penunjang di segala bidang masih belum memadai dan mengandalkan improvisasi. Pemberian nomor X (huruf eks; bukan angka 10 hitungan Romawi tetapi abjad ke-24) hanyalah terobosan teknis administratif.
Wakil Presiden Moh Hatta yang hadir sebagai wakil pemerintah langsung menyatakan setuju dengan usul tersebut, dan seketika itu pula dibuat ketetapan berupa "Maklumat Wakil Presiden No. X" tanggal 16 Oktober 1945. Kehidupan negara baru yang pondasi bangunannya belum kokoh ditambah keadaan dan situasi revolusi itu menghendaki tindakan serba cepat, sementara sarana penunjang di segala bidang masih belum memadai dan mengandalkan improvisasi. Pemberian nomor X (huruf eks; bukan angka 10 hitungan Romawi tetapi abjad ke-24) hanyalah terobosan teknis administratif.
Dengan
perubahan ini KNP tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga negara pembantu
Presiden tetapi menjadi lembaga negara yang sejajar dengan kedudukan lembaga
kepresidenan. KNP sejak itu menjadi lembaga legislatif yang bersama-sama
Presiden membuat undang-undang (tugas DPR menurut Pasal 5 UUD'45, sebelum
diamandemen tahun 1999), menetapkan garis-garis besar haluan negara (tugas MPR
menurut Pasal 3 UUD'45).
Sebagai tidak lanjut dari diktum kedua Maklumat Wakil Presiden No. X itu, Sidang KNP tanggal 17 Oktober 1945 membentuk Badan Pekerja beranggotakan 15 orang yang melakukan tugas sehari-hari KNP. Salah satu tindakan BP-KNP melaksanakan tugas KNP sesuai rumusan "ikut menetapkan garis-garis besar haluan negara", adalah usulnya kepada pemerintah tentang politik dalam dan luar negari. Usul diterima pemerintah dan dikeluarkanlah "Maklumat Politik" 1 Novem-ber 1945.
Sebagai tidak lanjut dari diktum kedua Maklumat Wakil Presiden No. X itu, Sidang KNP tanggal 17 Oktober 1945 membentuk Badan Pekerja beranggotakan 15 orang yang melakukan tugas sehari-hari KNP. Salah satu tindakan BP-KNP melaksanakan tugas KNP sesuai rumusan "ikut menetapkan garis-garis besar haluan negara", adalah usulnya kepada pemerintah tentang politik dalam dan luar negari. Usul diterima pemerintah dan dikeluarkanlah "Maklumat Politik" 1 Novem-ber 1945.
Badan Pekerja KNP juga mengusulkan agar pemerintah memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk mendirikan partai-partai politik.
Maka pemerintah pun mengeluarkan maklumat tentang hal itu dengan ketentuan
partai-partai politik itu harus turut memperhebat perjuangan Republik Indonesia.
Bunyi maklumat
yang dinamai Maklumat Pemerintah 3 November 1945:
1) Pemerintah
menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai
itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam
masyarakat.
2) Pemerintah
berharap supaya partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsungkan
pemilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat. Pemilihan ini diharapkan dapat
dilakukan pada bulan Januari 1946.
Anjuran pemerintah ini ditanggapi antusias oleh kaum
politisi dengan mendirikan partai.
Perkembangan politik selanjutnya, Badan Pekerja KNP (BP-KNP) mengusulkan agar menteri bertanggung jawab kepada lembaga perwakilan rakyat (menurut sistem sementara kepada Komite Nasional Pusat). Usul tentang pertanggungjawaban menteri itu dijelaskan oleh BP-KNP melalui Pengumuman No.5 tanggal 11 November 1945. Usul ini pun disetujui Presiden Soekarno, dan sebagai konsekuensinya pada tanggal 14 November 1945 kabinet presidensiil diganti dengan Kabinet Sjahrir I (14 November 1945 - 12 Maret 1946). Sejak itu adagium "The King can do no wrong" berlaku dalam sistem pemerintahan negara Republik Indonesia. Dalam "Maklumat Pemerintah" ini antara lain dinyatakan, "Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang hebat dengan selamat, dalam tingkatan pertama dari usahanya menjalankan macam-macam tindakan darurat guna menyempurnakan tata usaha negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting dalam perubahan-perubahan susunan kabinet baru itu ialah, tanggung jawab adalah di dalam tangan menteri."
Menpen Mr Amir Sjarifuddin pada 24 November 1945 memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang perubahan pertanggungjawaban menteri itu. KNP yang melaksanakan sidang ke III di Jakarta 25-27 November 1945 juga menyetujui perubahan ini dengan membuat rumusan, "Membenarkan kebidjaksanaan Presiden perihal mendudukkan Perdana Menteri dan Menteri-menteri jang bertanggung djawab kepada Komite Nasional Pusat sebagai suatu langkah jang tidak dilarang oleh Undang2 Dasar dan perlu dalam keadaan sekarang."
Perkembangan politik selanjutnya, Badan Pekerja KNP (BP-KNP) mengusulkan agar menteri bertanggung jawab kepada lembaga perwakilan rakyat (menurut sistem sementara kepada Komite Nasional Pusat). Usul tentang pertanggungjawaban menteri itu dijelaskan oleh BP-KNP melalui Pengumuman No.5 tanggal 11 November 1945. Usul ini pun disetujui Presiden Soekarno, dan sebagai konsekuensinya pada tanggal 14 November 1945 kabinet presidensiil diganti dengan Kabinet Sjahrir I (14 November 1945 - 12 Maret 1946). Sejak itu adagium "The King can do no wrong" berlaku dalam sistem pemerintahan negara Republik Indonesia. Dalam "Maklumat Pemerintah" ini antara lain dinyatakan, "Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang hebat dengan selamat, dalam tingkatan pertama dari usahanya menjalankan macam-macam tindakan darurat guna menyempurnakan tata usaha negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting dalam perubahan-perubahan susunan kabinet baru itu ialah, tanggung jawab adalah di dalam tangan menteri."
Menpen Mr Amir Sjarifuddin pada 24 November 1945 memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang perubahan pertanggungjawaban menteri itu. KNP yang melaksanakan sidang ke III di Jakarta 25-27 November 1945 juga menyetujui perubahan ini dengan membuat rumusan, "Membenarkan kebidjaksanaan Presiden perihal mendudukkan Perdana Menteri dan Menteri-menteri jang bertanggung djawab kepada Komite Nasional Pusat sebagai suatu langkah jang tidak dilarang oleh Undang2 Dasar dan perlu dalam keadaan sekarang."
Dekrit Presiden dan Maklumat Presiden tidak
disebut dalam Tap MPR No XX/MPRS /1966 tentang Memorandum DPRGR Mengenai Sumber
Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik
Indonesia. Dekrit Presiden dan Maklumat Presiden merupakan pengumuman dari
presiden untuk melaksanakan UUD, melaksanakan Tap MPR dalam bidang eksekutif atau
peraturan pemerintah. Apakah perlu diberi "baju hukum" seperti
terhadap Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, Hukum Tata Negara yang seharusnya
menjawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar