Ketidaksesuaian
pemanfaatan lahan dengan rencana, merupakan gejala umum yang terjadi di
kota-kota yang pesat pertumbuhannya. Perubahan pemanfaatan lahan dari
peruntukan yang direncanakan umumnya disebabkan oleh ketidaksesuaian antara
pertimbangan yang mendasari arahan rencana dengan pertimbangan pelaku pasar
(Zulkaidi, 1999:108).
Disatu
sisi, peruntukan lahan harus mempertimbangkan kepentingan umum serta ketentuan
teknis dan lingkungan yang berlaku, sedangkan disisi lainnya kepentingan pasar
dan dunia usaha mempunyai kekuatan yang tidak selalu dapat ditahan. Kedua
faktor yang saling berlawanan ini diserasikan untuk memperoleh arahan
pemanfaatan lahan yang optimal, yaitu yang dapat mengakomodasi kebutuhan pasar
dengan meminimumkan dampak sampingan yang dapat merugikan kepentingan umum.
Optimasi yang memuaskan semua pelaku yang terlibat tidak selalu dapat dicapai,
dan ini juga tidak selalu sama untuk kasus-kasus dan lokasi pemanfaatan lahan
yang dihadapi.
Pengertian pemanfaatan atau dialih fungsi lahan secara
umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sebidang lahan dari satu
pemanfaatan ke pemanfaatan lainnya. Dalam kajian ekonomi lahan, pengertian ini
sering dilokasikan pada proses dialihgunakan.
Khusus dalam dinamika perkembangan pusat kota, proses
perubahan yang terjadi dibagi kedalam 7 tahap (Zulkaidi, 1999):
1. Proses
Awal (Inception), yaitu nilai berkembangnya suatu kawasan sebagai calon pusat
kota bersama-sama mulai berkembangnya suatu kota.
2. Ekslusi
(Eklusion), yaitu terjadinya penonjolan nilai lahan tertinggi di pusat kota
sehingga kawasan pusat kota menjadi eklusif.
3. Proses
Segresi, yaitu terjadinya pemisahan kawasan fungsional baru diluar kawasan
pusat kota.
4. Proses
Perluasan (Ekstension), yaitu terjadinya pemisahan kawasan pusat kota akibat
bertambahnya jumlah kegiatan dan meluasnya jangkauan pelayanan.
5. Proses
Peniruan dan Penyesuaian (Replication and Readjustment), yaitu munculnya fungsi
serupa pusat kota, terutama pusat perbelanjaan dipinggiran kota akibat
terjadinya perluasan wilayah terbangun kota yang ada pada gilirannya
menimbulkan penyesuaian di pusat kota lama.
6. Proses
Peremajaan (Redevelopment), yaitu dilakukannya peremajaan pusat kota akibat
adanya dinamika perubahan karakter maupun kegiatan di dalamnya.
7. Realisme
Kota, yaitu terjadinya hubungan berjenjang disuatu kota, dimana pusat kota
menjadi lokasi terpenting sementara kawasan-kawasan lainnya mengerutkan diri ke
dalam jenjang yang lebih rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar