photo IKLAN_zps0bd7cdbd.png

Rabu, 19 Juni 2013

Pengambilan Keputusan Adopsi dan Proses Adopsi Inovasi

Pengertian Pengambilan Keputusan Adopsi
Proses adopsi dan difusi mempunyai hubungan yang sangat erat.  Proses adopsi terjadi pada orang-orang secara individual, sedangkan proses difusi terjadinya perembesan inovasi di masyarakat. Penyebarluasan suatu inovasi selalu memerlukan waktu. Sampai waktu sasaran melaksanakan anjuran penyuluh (inovasi baru) itu, telah berlangsung suatu proses mental pada diri sasaran.  Jangka waktu yang diperlukan itu bervariasi dan prosesnya terjadi dalam beberapa tahap.  Proses mental yang terjadi pada sasaran sampai melaksanakan anjuran tadi disebut Proses Adopsi.  Menurut Rogers (1960) proses adopsi itu terjadi mulai seseorang mendengar suatu ide baru sampai akhirnya ia melaksanakannya (mengadopsinya). Salah satu faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi adalah sifat  dari inovasi  itu  sendiri.  Inovasi yang akan diintroduksi harus mempunyai banyak kesesuaian (daya adaptif) terhadap  kondisi  biofisik,  sosial, ekonomi,  dan  budaya  yang ada  di  petani.  Untuk  itu,  inovasi  yang  ditawarkan  ke petani harus inovasi yang tepat guna.
Proses Adopsi Inovasi
Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahapan-tahapan sebelum masyarakat mau menerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri, meskipun selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainnya itu tidak selalu sama (tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran, keadaan lingkungan (fisik maupun sosial), dan aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh). Dalam proses adopsi atau penerimaan, kita dapat melihat adanya lima tahap, yaitu :
1.                  Tahap kesadaran atau penghayatan (awareness stage)
Pada tahap ini sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh. Pada tahap ini sasaran sudah maklum atau menghayati sesuatu hal yang baru yang aneh tidak biasa (kebiasaan atau cara yang mereka lakukan kurang baik atau mengandung kekeliruan, cara baru dapat meningkatkan hasil usaha dan pendapatannya, cara baru dapat mengatasi kesulitan yang sering dihadapi).  Hal ini diketahuinya karena hasil berkomunikasi dengan penyuluh.  Tahapan mengetahui adanya inovasi dapat diperoleh seseorang dari mendengar, membaca atau melihat, tetapi pengertian seseorang tersebut belum mendalam.
2.                  Tahap Minat atau tertarik (interest stage)
Pada tahap ini  sasaran mulai ingin mengetahui lebih banyak perihal yang baru tersebut.  Ia menginginkan keterangan-keterangan yang lebih terinci lagi.  Sasaran mulai bertanya-tanya.  Hanya keberhasilan dan penjelasan petani golongan early adopterlah yang dapat menghilangkan kebimbangan petani yang telah menaruh minat.
3.                  Tahap Penilaian (Evaluation stage)
Pada tahap ini sasaran mulai berpikir-pikir dan menilai keterangan-keterangan perihal yang baru itu.  Juga ia menghubungkan hal baru itu dengan keadaan sendiri (kesanggupan, resiko, modal, dll.).  Pertimbangan- pertimbangan atau penilaian terhadap inovasi dapat dilakukan dari tiga segi, yaitu  teknis, ekonomis dan sosiologis.  Misalkan inovasi yang diperkenalkan adalah jenis padi baru, segi-segi teknis yang dinilai adalah tingkat produktivitasnya, pemeliharaannya mudah atau tidak, umurnya lebig pendek daripada lokal atau tidak, mudah terserang hama dan penyakit atau tidak dsb.  Penilaian berikutnya dilakukan terhadap segi ekonominya; penilaian segi ini dilakukan terhadap semua biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi untuk satuan luas tertentu pada suatu periode kegiatan berproduksi dan nilai yang diperoleh dari hasil penjualan hasil produksinya.
Selisih antara nilai penjualan dari nilai pengorbanan yang diperlukan dihitung dalam nilai uang, merupakan keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha tani tersebut.  Keuntungan inilah yang akan diperbandingkan dengan keuntungan yang diperoleh jika seseorang menanam padi jenis unggul lokal.  Pertimbangan dari segi sosial ini antara lain manfaat penerapan inovasi tersebut bagi masyarakat di sekitar usaha taninya, apakah penerapan inovasi ini dapat memberikan lapangan kerja baru bagi keluarganya atau masyarakat disekitarnya.  Jika penilaian telah dilakukan dan kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa penerapan inovasi tersebut menguntungkan, maka seseorang akan melangkah ke tahap berikutnya.
4.                  Tahap Percobaan ( Trial stage)
Pada tahap ini sasaran sudah mulai mencoba-coba dalam luas dan jumlah yang sedikit saja.  Sering juga terjadi bahwa usaha mencoba ini tidak dilakukan sendiri, tetapi sasaran mengikuti (dalam pikiran dan percakapan-percakapan), sepak terjang tetangga atau instansi mencoba hal baru itu (dalam pertanaman percobaan atau demosntrasi).  Kalau ia sudah yakin tentang apa yang dianjurkan, maka ia kan mengetrapkannya secara lebih luas.  Bila gagal dalam percobaan ini, maka petani yang biasa akan berhenti dan tidak akan percaya lagi.  Tapi petani naju yang ulet akan mengulangi percoabaannya lagi, sampai ia mendapat keyakinannya.
5.                  Tahap Penerimaan (Adoption).
Pada tahap ini sasaran sudah yakin akan kebenaran atau keunggulan hal baru itu, maka ia mengetrapkan anjuran secara luas dan kontinu.  Ia juga akan mengajurkannya kepada tetangga atau teman-temannya. Dalam prakteknya pentahapan tadi tidak perlu secara berurutan dilaluinya.  Dapat saja sesuatu tahap dilampaui, karena tahap tersebut dilaluinya secara mental.  Tidak semua orang mempunyai waktu, kesempatan, ketekunan, kesanggupan dan keuletan yang sama untuk menjalani, kadang-kadang mengulangi proses adopsi sampai sakhir dan mendapat sukses.
Kegunaan praktis bagi para penyuluh pertanian perihal proses adopsi adalah untuk mengetahui sampai tahap mana sasaran yang dihadapinya itu.  Jadi harus tahu ciri-ciri dari tiap tahap, dan pengetahuan ini digunakan untuk dapat memberikan bahan-bahan penyuluhan yang tepat dan sesuai kepada orang-orang tertentu pada masing-masing tahap dan pada waktu-waktu tertentu pula.  Juga untuk dapat memilih metoda penyuluhan yang tepat pada kesempatan (tahap) tertentu.
Bagi para penyuluh pertanian tiap tahap dari proses adopsi itu akan memberikan indikasi golongan usaha penyuluhan yang harus digunakan, umpamanya :
a)                  Pada tahap kesadaran yang dilakukan adalah usaha untuk menimbulkan perhatian atau kesadaran.  Cara-caranya lebih banyak di lapangan komunikasi massal, seperti  siaran melalui radio (siaran pedesaan), surat kabar, majalah, film, televisi, poster, dan lain-lain.
b)                  Pada tahap minat maka usaha yang dilakukan adalah  upaya-upaya hubungan secara perorangan, baik lisan maupun tertulis.  Orang-orang yang sudah sadar dan memperlihatkan sedikit minat terhadap perubahan, supaya lebih banyak diberi penjelasan agar minatnya dapat tumbuh dan berkembang.
c)                  Pada tahap penilaian maka usaha para penyuluh adalah memberikan bahan-bahan pertimbangan kepada sasaran.  Dapat berbentuk kunjungan rumah yang lebih sering, pameran, darmawisata, demonstrasi, latihan, surat-surat selebaran dll.
d)                 Pada tahap percobaan penyuluh akan memberikan data teknis yang dapat meyakinkan sasaran.  Juga sasaran akan dapat kesempatan untuk mencoba atau melakukan demonstrasi di tanahnya sendiri, di bawah bimbingan penyuluh.  Darmawisata kepada orang-orang yang telah berhasil akan menambah keyakinan tadi.
e)                  Pada tahap penerimaan atau pengetrapan maka penyuluh akan terus mendampingi atau membimbing sasaran, yang sudah melaksanakan anjuran secara lebih luas dan kontinu itu.  Biasanya pada tahap ini sasaran sudah diakui sebagai petani maju.  Mungkin selanjutnya juga dijadikan petani teladan, terus kontak tani pada akhirnya.
  Klasifikasi Sasaran Dalam Proses Adopsi
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proses adopsi, dari tahap kesadaran sampai tahap penerimaan atau pengetrapan, maka kita dapat membagi sasaran itu dalam lima golongan, yaitu :
1.                  Golongan Pelopor atau Inovator  [ 2,5% ]
Golongan ini merupakan golongan yang paling cepat melewati proses adopsi.  Orang yang termasuk golongan ini jumlahnya tidak banyak dalam suatu daerah, satu atau dua orang saja, mungkin juga tidak ada.  Mereka merupakan orang yang maju sekali, pandai, pengetahuannya luas, usahanya maju, penghasilannya tinggi, kaya dan pengalamannya luas.  Tanah usahanya luas, mempunyai kegemaran dan kesempatan untuk mencoba hal-hal baru.  Sifat istimewanya adalah selalu ingin tahu dan aktif mencari keterangan kemana-mana.  Petugas penyuluhan sering dibuat kewalahan.  Biasanya mereka kurang memperdulikan orang-orang sekitarnya, tidak aktif menyebar-luaskan innovasi atau pengetahuan dan pengalamannya.  Umumnya berumur setengah baya (40) dan mempunyai hubungan yang erat dengan pihak luar (PT, Balai penelitian dan instansi tingkat pusat).  Dengan demikian golongan ini lebih bersifat “cosmopolite” apabila dibandingkan dengan golongan-golongan pengadopsi lainnya, maka dalam proses penyebaran inovasi golongan ini tidak banyak membantu.
2.                  Golongan Early Adopter (Pengadopsi)  [13,5%]
Golongan ini merupakan  masyarakat yang berumur  25 - 40 tahun. Golongan ini merupakan sasaran yang cepat ikuti inovator, pendidikan diatas masyarakat sekitar, dan mempunyai faktor produksi sehingga mudah untuk praktekkan hal-hal baru, aktif dalam masyarakat dan supel dalam pergaulan, sumber advis dan informasi bagi petani lain, mau berbagi pengetahuan sehingga cocok untuk dijadikan petani teladan yang selanjutnya menjadi kontak tani, bersifat “localite” dalam proses penyebaran inovasi, golongan ini paling membantu penyuluh pertanian.

3.                  Golongan Majority (Mayoritas Awal)  [ 34%]
Pada golongan ini proses adopsi lebih lambat dibandingkan golongan penerap dini, biasanya merupakan para tokoh masyarakat setempat, dimana biasanya tidak mau usahanya gagal untuk menjaga agar citranya tidak buruk,tingkat pendidikan, pengalaman, dan kondisi sosio ekonominya sedang.
4.                  Golongan  Late  Majority (Pengetrap Akhir/Mayoritas Lamabt) [ 34%]
Pada golongan ini  petani yang kurang mampu, pendidikan rendah bahka masih buta huruf, sifatnya kurang giat dalam mengetrapkan inovasi baru, harus melihat contoh dari golongan terdahulu, kurang menggunakan media massa sehingga lambat mengetahui informasi terbaru, hubungan dengan penyuluh relatif kecil.
5.                  Golongan Laggard (Penolak/Lamban) [16%]
Golongan ini disebut juga non adopter,  tuan-tuan tanah, petani yang berpandangan kolot (tradisional), tidak senang terhadap perubahan, kalau-pun menerima akan terjadi paling akhir. Berdasarkan aliran informasi atau sebagai sumber informasi maka :
Lembaga penelitian (PT, BPTP, dll) merupakan sumber informasi bagi golongan inovator, early adopter, dan penyuluh pertanian.  Golongan inovator biasanya sudah maju, mampu, penemuan-penemuan baru selalu didengar dengan cepat dan kurang perhatian thd masyarakat sekitar maka tidak perlu menjadi perhatian (pembinaan) penyuluh pertanian.
Sumber informasi golongan early majority adalah golongan Early adopter dan penyuluh pertanian.  Golongan inilah yang harus memperoleh perhatian utama para penyuluh.  Pada umumnya golongan ini menjadi tokok masyarakat, sehingga tindakannya banyak diikuti oleh golongan late majority.  Golongan ini biasanya dekat dengan golongan late majority dan laggard.
Sumber informasi golongan late majority adalah early majority, golongan late majority baru mau mengadopsi inovasi baru setelah golongan early majority mengadopsinya, sehingga golongan inipun tidak usah menjadi perhatian yang utama dari penyuluh.
Yang paling mudah mempengaruhi golongan laggard adalah golongan late majority, itupun sangat sulit terjadi.  Dari uraian di atas dapat disumpulkan bahwa yang harus menjadi perhatian utama para penyuluh adalah golongan early adopter.

Faktor – Faktor Yang meperngaruhi Kecepatan Adopsi
Dari khasanah kepustakaan diperoleh informasi bahwa kecepatan adopsi, ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:
a)                  Sifat-sifat atau karakteristik inovasi
b)                  Sifat-sifat atau karakteristik calon pengguna
c)                  Pengambilan keputusan adopsi
d)                 Saluran atau media yang digunakan
e)                  Kualifikasi penyuluh.
Meskipun demikian, Mardikanto (1995) mensinyalir bahwa, identifikasi beragam faktor penentu kecepatan adopsi inovasi itu masih terbatas pada pendekatan proses komunikasi. Karena itu, dia mencoba menggali lebih jauh dengan melaku-kan pendekatan kebudayaan (Soewardi, 1976), dan pendekatan sistem agribisnis. Lebih lanjut, karena kegiatan penyuluhan pertanian dapat dili-hat sebagai sub-sistem pengembangan masyarakat, maka kece patan adopsi inovasi dapat pula dipengaruhi oleh perilaku aparat dan hal-hal lain yang terkait dalam kegiatan pengem-bangan masyarakat.
Studi tentang adopsi inovasi, telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak. Herman Soewardi (1976), misalnya, telah melakukan studi untuk melihat proses adopsi sebagai proses perkembangan kebudayaan, berdasarkan teori Erasmus:
                        A = f (M, C, L)
di mana:          A = adoption,
                        M = motivation,
                        C = cognition, dan

                        L = limitation.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar