1.
Teori Merkantilisme
Merkantilisme
adalah suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu negara
hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang
bersangkutan, dan bahwa besarnya volum perdagangan global teramat sangat
penting. Ajaran merkantilisme dominan sekali diajarkan di seluruh
sekolah Eropa pada awal periode modern (dari abad ke-16 sampai ke-18, era
dimana kesadaran bernegara sudah mulai timbul) (Thomas Mun).
Peristiwa
ini memicu, untuk pertama kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur
perekonomiannya yang akhirnya pada zaman ini pula sistem kapitalisme mulai
lahir. Kebutuhan akan pasar yang diajarkan oleh teori merkantilisme akhirnya
mendorong terjadinya banyak peperangan dikalangan negara Eropa dan era
imperialisme Eropa akhirnya dimulai. Sistem ekonomi merkantilisme mulai
menghilang pada akhir abad ke-18, seiring dengan munculnya teori ekonomi baru
yang diajukan oleh Adam Smith dalam bukunya The
Wealth of Nations, ‘menyerang’ merkantilist yang menerapkan zero sum game (keuntungan suatu negara berarti kerugian untuk
negara lain). Ketika itu
sistem ekonomi baru diadopsi oleh Inggris, yang notabene saat itu adalah
negara industri terbesar di dunia.
Pandangan Aliran Merkantilisme tentang Perdagangan Internasional
Merkantilisme
pada prinsipnya merupakan suatu paham yang menganggap bahwa penimbunan uang,
atau logam mulia yang akan ditempa menjadi uang emas ataupun perak haruslah
dijadikan tujuan utama kebijakan nasional. Pada saat merkantilisme lahir, sistem
masyarakat pada saat itu berdasarkan feodalisme. Sistem feodal pada dasarnya
menanggapi kebutuhan penduduk akan perlindungan terhadap gangguan perampok.
Jaminan keselamatan tersebut diberikan oleh para raja terhadap para bangsawan,
kerabat, dan bawahannya. Sistem inilah yang melahirkan tuan tanah, bangsawan,
kaum petani, dan para vassal yaitu raja-raja kecil yang diharuskan untuk
membayar upeti terhadap raja besar. Ketika merkantilisme mulai berkembang,
sistem feodalisme yang usang sedikit demi sedikit mulai terkikis, hak-hak
istimewa yang dimiliki oleh para tuan tanah dan para bangsawan mulai dihapus,
lapisan-lapisan sosial yang melekat pada sistem feodal mulai dihilangkan, cara
produksi dan distribusi gaya feodal pun mulai ditinggalkan.
2.
Teori Klasik
Ø
Absolut Advantage (Adam Smith)
Adam Smith mengajukan teori perdagangan internasional
yang dikenal dengan teori keunggulan absolut. Ia berpendapat bahwa jika suatu
negara menghendaki adanya persaingan, perdagangan bebas dan spesialisasi di
dalam negeri, maka hal yang sama juga dikehendaki dalam hubungan antar bangsa.
Karena hal itu ia mengusulkan bahwa sebaiknya semua negara lebih baik
berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di mana ia mempunyai keunggulan yang
absolut dan mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya.Contoh :
Kebutuhan Tenaga Kerja yang diperlukan
untuk memproduksi 1
Unit
(Bagi
Komoditi X & Y)
Negara
Komoditas
|
Amerika
(US)
|
Inggris
(UK)
|
X
|
4
|
2
|
Y
|
2
|
4
|
Total
|
6
|
6
|
Total Output Sebelum
dan Sesudah ada perdagangan
Negara
Komoditas
|
US
|
UK
|
Total Output
|
Sebelum Spesialisasi
|
|||
X
|
1
|
1
|
2
|
Y
|
1
|
1
|
2
|
Setelah Spesialisasi
|
|||
X
|
0
|
3
|
3
|
Y
|
3
|
0
|
3
|
Dari tabel
diatas nampak3bahwa US lebih efisien dalam memproduksi komoditas Y sedang UK dalam produksi Komoditas X. Keadaan demikian ini dapat dikatakan bahwa US memiliki absolute advantage pada produksi Y dan UK memiliki absolute advantage pada produksi X. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing
negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut
lebih rendah dari negara lain.
Kelebihan dari
teori Absolute advantage yaitu
terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan
absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini
meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara
yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan
terjadi karena tidak ada keuntungan.
Ø
Comparative Advantage (JS
Mill dan David Ricardo)
Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan
dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage
terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative
advantage
(suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang
yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar).
Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan
oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Contoh :
Kebutuhan Tenaga Kerja yang diperlukan
untuk memproduksi 1
Unit ( X & Y)
Negara
Komoditas
|
Amerika
(US)
|
Inggris
(UK)
|
X
|
4
|
6
|
Y
|
2
|
12
|
Total
|
6
|
18
|
Total Output Sebelum
dan Sesudah ada perdagangan
Negara
Komoditas
|
US
|
UK
|
Total Output
|
Sebelum Spesialisasi
|
|||
X
|
1
|
1
|
2
|
Y
|
1
|
1
|
2
|
Setelah Spesialisasi
|
|||
X
|
0
|
3
|
3
|
Y
|
3
|
0
|
3
|
Ø
Oportunity
Cost & Comparative Advantage
Oportunitiy cost untuk memproduksi komoditi X & Y
Negara
Komoditas
|
US
|
UK
|
Total Output
|
X
|
2
|
½
|
3
|
Y
|
½
|
2
|
3
|
Komoditas
|
Biaya Produksi dalam
TK
|
Biaya untuk
memperoleh X atau Y melalui perdagangan dalam TK
|
X
|
4
|
20
|
Y
|
2
|
4/10
|
Komoditas
|
Koefisien untuk
Produksi Langsung
|
Biaya untuk
memperoleh X atau Y melalui perdagangan dalam TK
|
X
|
4
|
½
|
Y
|
2
|
16
|
Menurut
teori ini perdagangan antara US
dengan UK
tidak akan timbul karena absolute advantage untuk produksi X dan Y ada pada US semua. Tetapi yang penting bukan absolute advantagenya tetapi comparative advantagenya. Kelebihan untuk teori comparative
advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa
keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh
teori absolute advantage.
3.
Teori Modern
Ø Teori Heckscher-Ohlin (H-O)
Teori
Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik,
negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif melimpah secara intensif.
Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan
perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi.
Basis dari keunggulan komparatif adalah:
1.
Faktor endowment,
yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
2.
Faktor intensity,
yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah
labor intensity atau capital
intensity.
Analisis teori H-O :
a)
Harga atau
biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor
produksi yang dimiliki masing-masing negara
b)
Comparative advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki
masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi
yang dimilkinya.
c)
Masing-masing
negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu
karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah
untuk memproduksinya
d)
Sebaliknya
masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara
tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk
memproduksinya.
Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi
faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga
barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak
akan terjadi.
Ø Paradoks Leontief
Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam
analisis input-output matriks, melalui study empiris yang dilakukannya pada
tahun 1953 menemukan fakta, fakta itu mengenai struktur perdagangan luar negri
(ekspor dan impor). Amerika serikat tahun 1947 yang bertentangan dengan teori
H-O sehingga disebut sebagai paradoks Leontief.
Berdasarkan penelitian lebiih lanjut yang dilakukan
ahli ekonomi perdagangan ternyata paradox liontief tersebut dapat terjadi
karena empat sebab utama yaitu :
a.
Intensitas
faktor produksi yang berkebalikan
b.
Tariff and Non
tariff barrier
c.
Pebedaan dalam
skill dan human capital
d.
Perbedaan
dalam faktor sumberdaya alam
Kelebihan dari teori ini adalah jika suatu negara
memiliki banyak tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih banyak.
Sebaliknya jika suatu negara kurang memiliki tenaga kerja terdidik maka
ekspornya akan lebih sedikit.
Ø Keunggulan Kompetitif secara umum (model daya saing
internasional ME Porter dan Model 9 Faktor Dong Sung Cho)
Teori Porter tentang
daya saing berangkat dari keyakinannya bahwa teori ekonomi klasik yang
menjelaskan tentang keunggulan komparatif tidak mencukupi, atau bahkan tidak tepat. Menurut
Porter, suatu negara memperoleh keunggulan daya saing jika perusahaan (yang ada
di negara tersebut) kompetitif. Daya saing suatu negara ditentukan oleh
kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan kemampuannya. Porter
menawarkan Diamond Model sebagai tool of
analysis sekaligus kerangka dalam membangun resep memperkuat daya saing.
Dalam perjalanan
waktu, diamond model-nya Porter tak urung menuai kritik dari berbagai kalangan.
Pada kenyataannya, ada beberapa aspek yang tidak termasuk dalam persamaan
Porter ini, salah satunya adalah bahwa model diamond dibangun dari studi kasus
di sepuluh negara maju, sehingga tidak terlalu tepat jika digunakan untuk
menganalisis negara – negara sedang membangun. Selain itu, meningkatnya
kompleksitas akibat globalisasi, serta perubahan sistem perekonomian mengikuti
perubahan rezim politik, menjadikan model diamond Porter hanya layak sebagai
pioner dan acuan pertama dalam kancah studi membangun daya saing negara.
Model 9 faktor Dong Sung Cho (Daya Saing Internasional)
Dung
Cho menjelaskan bahwa model Berlian Porter kurang bias menerangkan beberapa
industry yang ada di Korea Selatan. Dung Cho menjelaskan bahwa kita membutukan
model yang bias menjelaskan pada kita semua, bukan berapa sumberdaya yang
dimiliki sebuah Negara tetapi siapa yang bisa menciptakan sumberdaya dan kapan
seharusnya setiap sumberdaya itu diciptakan.
Tabel
Evolusi Teori Daya Saing
Teori
Dasar
|
Konsep
Utama
|
Mekanisme
|
Ekonomi Politik Klasik
Adam Smith (1776)
David Ricardo (1817)
John Stuart Mills (1848)
John Stuart Mills (1873)
|
Pasar/produktivitas
Keunggulan komparatif
Industri bayi
Politik proteksi
|
Spesialisasi, kompetisi
Perdagangan internasional
Belajar sambil berjalan
Distribusi pendapatan
|
Ekonomi Neoklasik
Ricardian (awal Abad 19)
Heckscher-Ohlin 1919, 1933)
Ricardo-Viner (1937)
Heckscher-Ohlin-Samuelsen (1962)
Salter Swan (1959)
|
Efisiensi teknis
Intensitas faklor produksi
Faktor spesifik
Demand dari konsumen
Nilai tukar
|
Satu sumberdaya utama
Lebih dari satu sumberdaya
Faktor industri spesifik
Preferensi produk
Barang non-tradables, inflasi
|
Tantangan Keunggulan Komparatif
Prebisch/Singer (1950)
Albert Hirschman (1958)
New Trade Theory (1970an)
Bella Balassa (1977)
Michael Porter (1990)
|
Substitusi impor
Strategi pembangunan
Kebijakan strategis
RCA-Keunggulan kompetitif
Keunggulan kompetitif
|
Acuan perdagangan eksternal
Keterkaitan antar-industri
Perbaikan rente, eksternalitas
Kinerja perdagangan komoditas
Kreasi faktor, demand signal
|
Sumber: Masters, 1995
sumber: modul matakuliah perdagangan internasional, Agribisnis UNPAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar