Penelitian Kebijakan
Penelitian kebijakan adalah usaha mengumpulkan informasi
secara komprehensif untuk merumuskan kebijakan. Penelitian kebijakan, seperti
telah diuraikan sebelumnya, termasuk ke dalam kelompok penelitian terapan atau
didalam lingkup penelitian sosial yang dalam aplikasinya mengikuti prosedur
umum penelitian yang berlaku, disertai dengan sifat spesifiknya. Secara
sederhana penelitian kebijakan dapat didefinisikan sebagai kegiatan penelitian
yang dilakukan untuk mendukung kebijakan. Oleh karena sifatnya mendukung
kebijakan, maka penelitian ini bersifat khas, namun tidak berarti mengada-ada.
Ann Majchrzak (1984) mendefinisikan penelitian kebijakan sebagai proses
penyelenggaraan penelitian untuk mendukung kebijakan atau analisis terhadap
masalah-masalah sosial yang bersifat fundamental secara teratur untuk membantu
pengambil kebijakan memecahkan dengan jalan menyediakan rekomendasi yang
berorientasi pada tindakan atau tingkah laku pragmatik. Oleh karena sifatnya
berorientasi kepada tingkah laku pragmatik, maka yang perlu dihasilkan oleh
peneliti kebijakan adalah bukan terletak pada hingga mana bobot ilmiah sebuah
hasil penelitian, namun hingga mana hasil penelitian punya aplikabilitas atau
kemamputerapan dalam rangka memecahkan masalah sosial.
Kegiatan penelitian kebijakan diawali dengan pemahaman yang
menyeluruh terhadap masalah sosial, seperti kekurangan nutrisi, kemiskinan,
ledakan penduduk urbanisasi, inflasi, kerawanan sosial, dan lain-lain,
dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian untuk mencari alternatif pemecahan
masalah. Kegiatan akhir dari penelitian kebijakan adalah merumuskan rekomendasi
pemecahan masalah untuk disampaikan kepada pembuat kebijakan. Seperti halnya
penelitian-penelitian sosial atau penelitian terapan, penelitian kebijakan
diarahkan untuk memberi efek terhadap tindakan praktis, yaitu pemecahan masalah
sosial. Kekhasan penelitian kebijakan terletak pada fokusnya, yang berorientasi
kepada tindakan untuk memecahkan masalah sosial yang unik, yang jika tidak
dipecahkan akan memberikan efek negatif yang sangat luas. Tidak ada ukuran pada
mengenai luas atau sempitnya suatu masalah sosial.
Penelitian kebijakan senantiasa berhubungan dengan
maksimalisasi perolehan data agar peneliti mampu memetakan permasalahan, dan
menyusun berbagai alternatif kebijakan.
1.
Basic social
research; yakni penelitian kebijakan harus dilaksanakan secara sesuai
prosedur kerja ilmiah.
2.
Technical social
researh; yakni bahwa penelitian kebijakan harus mampu merumuskan kebijakan-kebijakan
strategis yang dapat dikembangkan instrumen-instrumen teknisnya.
3.
Policy research;
harus menghasilkan kebijakan publik.
4.
Komprehensif; yakni penelitian kebijakan harus
menjangkau seluruh variabel yang terkait dan relevan dengan persoalan yang sedang
dikaji untuk dirumuskan kebijakan penyelesaiannya.
Aplikasi ICT Penyuluhan
Kemajuan yang telah dicapai manusia dalam bidang Teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) merupakan sesuatu yang perlu kita syukuri karena
dengan kemajuan tersebut akan memudahkan manusia dalam mengerjakan pekerjaan
dan tugas yang harus dikerjakannya. Namun, tidak semua kemajuan yang telah
dicapai tersebut membawa dampak positif.Diantara kemajuan yang telah dicapai
tersebut ternyata dapat membawa dampak negatif bagi manusia.
Teknologi informasi itu suatu hal yang berhubungan dengan
pengetahuan yang didapat manusia untuk memahami dan memberikan informasi dengan
menggunakan teknologi yang ada, sehingga prosesnya menjadi lebih cepat, luas,
dll. Selain itu teknologi informasi merupakan suatu teknologi yang berhubungan
dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses penyaluran data atau
informasi tersebut dalam batas-batas ruang dan waktu.
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan semakin penting
peranannya dalam mendukung pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Meskipun
biaya yang dibutuhkan untuk membangun infrastuktur Nasional TIK besar, tetapi
kerugian bila tidak melakukannya akan jauh lebih besar lagi.
Selain memberikan informasi, teknologi informasi juga dapat
membantu jalannya penyuluhan pertanian. Karena pada zaman sekarang tidak ada
kegiatan yang tidak menggunakan teknologi walaupun teknologi hanya sekedar
mencari informasi untuk diri sendiri ataupun mencari informasi yang akan
disampaikan kepada masyarakat.
Sejak menggunakan teknologi sebagai media informasi bagi
petani, aktivitas penyuluhan pertanian menjadi berubah.Selain dari informasi
yang disampaikan menarik yang dapat menumbuhkan motivasi juga kegiatan banyak
dilakukan langsung oleh petani itu sendiri sehingga menimbulkan kedisiplinan
terhadap diri petani itu sendiri.
Kita perlu menentukan prioritas penerapan TIK di bidang
pertanian agar memberikan hasil yang maksimal.Kita juga perlu membangun
kemampuan untuk mengadaptasi, memelihara, melakukan penyesuaian dan
mengkonfigurasi ulang solusi TIK yang ada agar menjawab kebutuhan di bidang
pertanian.
Seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya petani dan
pelaku pertanian serta kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta
pertimbangan efektivitas dan efisiensi penyeberluasan informasi, salah satu
solusi ditawarkan dalam rangka mengatasi persoalan transfer teknologi dan
pengetahuan pertanian adalah pemanfaatan information and communication
technologies (ICTs) yang untuk penyuluhan pertanian dikenal dengan sebutan
“cyber extension” yang merupakan penggunaan jaringan on-line, computer dan
digital interactive multimedia untuk memfasilitasi diseminasi teknologi
pertanian. Model ini dipandang sangat strategis karena mampu meningkatkan akses
informasi bagi petani, petugas penyuluh, peneliti baik di lembaga penelitian
maupun maupun di universitas serta para manajer penyuluhan.Selain menggunakan
“cyber extension” penyuluhan pertanian saat ini juga menggunakan multiple
information system bagi masyarakat pedesaan untuk mendukung usaha dan bisnis
pertanian serta perbaikan ekonomi rumah tangga pedesaan.
Dengan adanya teknologi yang digunakan dalam penyuluhan
pertanian diharapkan dapat meningkatkan layanan penyuluhan pada aktivitas
petani dalam menyediakan inovasi pertanian yang semakin advance dan membantu
petugas penyuluhan pertanian dengan memainkan peran yang mengkoordinasi unsur
pertanian di daerah agar dapat menjalin kerjasama dengan pihak-pihak atau
otoritas terkait.
Studi Kasus
Studi Kasus Usahatani Padi Organik di Desa
Kutogirang, Kecamatan Ngoro dan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH)
Seloliman Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto
Munculnya teknologi sistem pertanian organik sebagai bagian
dari sistem pertanian berkelanjutan yang merupakan salah satu jawaban atas
terjadinya degradasi terhadap lingkungan pertanian, ketergantungan petani
terhadap komponen revolusi hijau dan lunturnya kearifan-kearifan lokal pada
diri petani adalah sangat penting untuk mendapatkan perhatian yang serius untuk
mengatasi adanya permasalahan tersebut. Indonesia sistem pertanian organik ini
masih merupakan gerakan yang sangat terbatas, yang belum mendapat dukungan
sepenuhnya dari pihak pemerintah, peneliti maupun petani, sehingga diperlukan
langkah-langkah strategis untuk mengkomunikasikan teknologi sistem pertanian
organik kepada masyarakat petani. Oleh karena itu peranan metode pendekatan
dalam menyampaikan suatu inovasi agar petani bersedia mengadopsi teknologi
tersebut menjadi sangat penting untuk mensosialisasikan sistem pertanian
organik, sehingga dalam konteks pemikiran inilah maka proses adopsi dan difusi
teknologi, menjadi sangat penting untuk mendapatkan perhatian secara mendalam.
Petani mengadopsi sistem pertanian organik adalah disebabkan
karena (1) keinginan untuk mencoba dan membuktikan suatu teknologi baru yang
dipandang dapat membawa kemanfaatan pada usahataninya, (2) adanya keinginan
untuk menjawab adanya tantangan-tantangan permasalahan mengenai kelestarian
lingkungan dan membuktikan kebenaran teori yang didapatkannya dari sumber
inovasi. (3) keyakinan akan keunggulan dari teknologi sistem pertanian organik.
Sedangkan faktor-faktor yag mempengaruhi pegambilan keputusan pengadopsian
sistem pertanian organik adalah karena (1), kondisi sistem pertanian intensif,
(2) sifat-sifat eknologi sistem pertanian organik (SPO), (3) kondisi sosial
ekonomi petani pengadopsi dan (4) pengalaman petani dalam bereksperimen.
Difusi teknologi yang terjadi di desa tersebut adalah
menggunakan model difusi interaksi sosial dan top down, yang menggunakan tipe
pengambilan keputusan kolektif dan opsional, dimana faktor-faktor yang
mepengauhi difusi teknologi SPO adalah disebabkan karena (1) cara pandang
petani terhadap sifat teknologi (tujuan utama dan teknifikasi) (1) penguasaan
saluran komunikasi, dan (3) karena metode pendekatan dari sumber inovasi.
Berdasarkan hasil pengamatan lambatnya difusi SPO adalah disebabkan karena (1)
Lemahnya penguasaan saluran komnikasi, (2) Terputusnya sumber inovasi, dan (3)
sikap petani yang hanya memadang SPO hanya dari aspek teknis saja sehinga
petani enggan untuk adopsi SPO. Sistem pertanian yang ada di desa Kutogirang
adalah masih masuk malam masa konservasi, hal ini disebabkan karena masih
terbatasnya asupan input organik yang ada di desa tersebut. Sedangkan perubahan
yang terjadi setelah adanya SPO adalah terjadinya perubahan dalam hal
pengelolaan tanah (pemupukan) dan munculnya prilaku komersialisasi pada petani.
Sedangkan metode yang digunakan sumber inovasi (PPLH
Seloliman) adalah selalu berorientasi kepada terwujudnya kelestarian
lingkungan. Dimana perangkat-perangkat dalam proses diseminasi teknologi SPO
adalah (1) adanya pendamping yang menjembatani antara teknologi dengan klien,
(2) metode pendekatan pada klien yaitu pendekatan karitatif, informatif dan transformatif
dan (3) model pendidikan dan komunikasi dalam diseminasi teknologi yaitu
menggunakan sistem pendidikan dan komunikasi orang dewasa yang didasari dari
konsep Paulo Freire
Analisis :
Latar belakang terjadinya proses difusi inovasi pertanian
organic dilandasi oleh terjadinya degradasi terhadap lingkungan pertanian,
ketergantungan petani terhadap tiga komponen revolusi hijau (pupuk kimia,
pestisida, dan benih unggul) dan lunturnya kearifan-kearifan lokal pada diri
petani. Sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan mempengaruhi
terjadinya penurunan tingkat pendapatan dan kualitas hidup pada petani, dimana
munculnya permasalahan tersebut merupakan salah satu dari permasalahan dalam
pembangunan sektor pertanian di Indonesia yang harus segera diatasi.
Oleh karena itu peranan metode pendekatan dalam menyampaikan
suatu inovasi agar petani bersedia mengadopsi teknologi tersebut menjadi sangat
penting untuk mensosialisasikan sistem pertanian organic agar permasalahan yang
dialami oleh pertanian Indonesia dapat teratasi, sehingga dalam konteks
pemikiran inilah maka proses adopsi dan difusi teknologi, menjadi sangat
penting untuk mendapatkan perhatian secara mendalam.
Difusi teknologi yang terjadi di desa tersebut adalah
menggunakan model difusi interaksi sosial dan top down, yang menggunakan tipe
pengambilan keputusan kolektif dan opsional, dimana faktor-faktor yang
mepengauhi difusi teknologi SPO adalah disebabkan karena (1) cara pandang
petani terhadap sifat teknologi (tujuan utama dan teknifikasi) (1) penguasaan
saluran komunikasi, dan (3) karena metode pendekatan dari sumber inovasi.
Dengan terlaksananya proses difusi inovasi pada kasus ini,
hal-hal dibawah ini diharapkan dapat dirasakan dan dilakukan oleh petani : keinginan untuk mencoba dan membuktikan suatu
teknologi baru yang dipandang dapat membawa kemanfaatan pada usahataninya, (2)
adanya keinginan untuk menjawab adanya tantangan-tantangan permasalahan
mengenai kelestarian lingkungan dan membuktikan kebenaran teori yang
didapatkannya dari sumber inovasi. (3) keyakinan akan keunggulan dari teknologi
sistem pertanian organik. Sedangkan faktor-faktor yag mempengaruhi pegambilan
keputusan pengadopsian sistem pertanian organik adalah karena (1), kondisi
sistem pertanian intensif, (2) sifat-sifat eknologi sistem pertanian organik
(SPO), (3) kondisi sosial ekonomi petani pengadopsi dan (4) pengalaman petani
dalam bereksperimen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar