Sejarah
Perkembangan Mata Uang
Mata uang tunggal global dalam sejarah
perekonomian dunia sebenarnya bukanlah hal yang baru, melainkan merupakan
sistem yang telah berlaku sejak perdagangan global kuno. Uang pertama kali
digunakan dalam perdagangan antarnegara pada 700-an sebelum Masehi, yaitu
perdagangan antara kerajaan kuna yaitu Assyria dengan Lydia. Kedua kerajaan
tersebut terletak di lembah sungai Euphrat dan Tigris. Sejak saat itu
bangsa-bangsa lain di dunia mulai menggunakan uang dalam perdagangannya
sehari-hari.
Mata uang pada masa sebelum Masehi terbuat dari
bahan kulit binatang, kulit kerang, baru mulia, gigi dan sebagainya. Uang logam
pertama diperkenalkan di Eropa tepatnya di kerajaan Romawi. Para kafilah dagang
Arab pra-Islam pada waktu berdagang dengan negara-negara eropa telah
menggunakan mata uang logam yaitu denarius (emas) dan drachma
(perak)
Penggunaan mata uang emas dan perak ini masih umum dalam
perdagangan antarnegara hingga masa merkantilisme. Masa Adam Smith di Inggris,
mata uang emas dan perak juga masih berlaku. Namun penggunaan uang logam lama
kelamaan mulai surut karena dianggap tidak praktis lagi dengan kompleknya
hubungan ekonomi antarnegara.
Maka mulailah muncul pemikiran membuat mata uang yang
lebih praktis yaitu uang kertas. Uang pada masa itu hanya berfungsi sebagai
alat pengukur nilai dan alat tukar dalam perekonomian, sehingga perdagangan
dunia berjalan lancar tanpa adanya flutuasi nilai uang yang dikarenakan
perilaku spekulasi dalam valas. Karena uang yang berlaku dalam perdagangan
internasional pada waktu itu hanya mata uang emas dan perak. Dan mata uang ini
berlaku di setiap negara atau menjadi mata uang tunggal saat itu.
Maka mulailah muncul pemikiran membuat mata uang yang
lebih praktis yaitu uang kertas. Uang pada masa itu hanya berfungsi sebagai
alat pengukur nilai dan alat tukar dalam perekonomian, sehingga perdagangan
dunia berjalan lancar tanpa adanya flutuasi nilai uang yang dikarenakan
perilaku spekulasi dalam valas. Karena uang yang berlaku dalam perdagangan
internasional pada waktu itu hanya mata uang emas dan perak. Dan mata uang ini
berlaku di setiap negara atau menjadi mata uang tunggal saat itu.
Emas dan perak pada era ekonomi moderen memang tidak lagi
digunakan sebagai mata uang, tetapi pencetakan uang tetap dikaitkan dengan
emas. Era emas berakhir 1971 setelah Amerika Serikat (AS) mengingkari
kesepakatan Bretton Woods pada 1944. Isi kesepakatannya adalah AS berjanji
mendukung Dolar-nya dengan emas. Dengan kesepakatan ini, maka siapapun yang
memegang Dolar AS dapat menukarnya dengan emas.
Alasan terselubung mengapa AS membatalkan secara sepihak
kesepakatan Bretton Woods adalah karena jumlah Dolar AS yang beredar di luar
negeri sangat banyak dan tidak sebanding dengan cadangan emasnya, sehingga
apabila terjadi penukaran Dolar AS dengan emas secara besar-besaran tidak akan
cukup. Dampaknya Dolar AS akan jatuh dan perekonomian AS akan dilanda krisis.
Di sisi lain AS berharap mata uangnya akan mendominasi perekonomian dunia
karena memang Dolar AS saat itu telah banyak beredar di luar negeri. Siasat ini
sebenarnya merupakan model imperialisme baru dengan mengunakan kekuatan rejim
moneter.
Sejak bubarnya kesepakatan Bretton Woods tersebut memang
Dolar AS mulai mendominasi sebagai alat tukar internasional. Strategi ini
sangat berhasil mendominasi perekonomian dunia dengan memaksakan Dolar AS
sebagai alat tukar internasional, khususnya kepada negara-negara berkembang.
Imperialisme Dolar AS telah terbukti menghancurkan perekonomian negara-negara
yang tidak tunduk pada negara adi daya itu, seperti Mexico, negara-negara
ASEAN, termasuk Indonesia yang mengalami krisis moneter pada 1997.
Stabilitas nilai tukar uang sekarang ini menjadi sumber
permasalahan utama dalam perekonomian. Puncak masalah yang pernah terjadi
adalah krisis keuangan global pada akhir 2008. Krisis ini telah memporakporandakan
perekonomian dunia, khususnya Amerika Serikat, si pengkhianat kesepakatan
Bretton Woods. Mungkin ini merupakan hukum karma bagi Amerika Serikat atas
pengkhianatan tersebut.
Ancaman jahatnya fluktuasi nilai tukar uang tersebut
sampai membuat Bank Indonesia menjadikan menjaga stabilitas rupiah sebagai
tujuan utamanya. Walaupun untuk mencapai tujuan tersebut terkadang dengan
menganaktirikan (baca mengorbankan) sektor ekonomi lainnya.
Krisis finansial global di akhir 2008 tersebut, kalau
dicermati, lebih disebabkan pengingkaran terhadap khitah fungsi uang. Fungsi
uang sebagai alat tukar dan pengukur nilai telah diingkari dengan mengubahnya
menjadi komoditi dan ajang maisir dan gharar. Dampaknya adalah pelaku ekonomi
kurang tertarik pada ekonomi sektor riil, dan uang lebih banyak berputar di
sektor finansial sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kedua sektor
tersebut. Karena keuntungan di sektor finansial lebih tinggi walaupun dengan
risiko lebih tinggi pula. Dampak selanjutnya adalah krisis sosial ekonomi yang
akan sulit dipecahkan. Ancaman krisis tersebut dapat dihindari dengan cara
memberlakukan mata uang tunggal global.
Mata uang tunggal global tidak harus menggunakan dinar
dan dirham seperti pada masa lalu. Melainkan mata uang tunggal global yang berlaku
dimana saja. Uang dapat terbuat dari dari bahan apa saja bukan merupakan
permasalahan, asalkan bahan uangnya memenuhi syarat sebagai bahan mata uang
yaitu memiliki nilai tertentu atau ditentukan, tidak mudah rusak, mudah dibawa
dan jika didistribusikan atau dibagi tidak merusak nilainya.
Apabila mata uang tunggal global diberlakukan, maka
hubungan ekonomi, perdagangan dan harga-harga akan lebih ditentukan oleh
produktivitas, efisiensi dan kualitas. Perencanaan ekonomi dan bisnis tidak
perlu lagi mengasumsikan berapa nilai tukar valas khususnya pada hard currency,
sehinga kepastian nilai dan harga baik ekspor maupun impor lebih mudah
diestimasi. Untung atau rugi karena fluktuasi kurs mata uang tidak akan terjadi
lagi dan mobilitas antarnegara akan mudah dan murah. Dalam kondisi yang
demikian, ekonomi dunia akan dinamis dan lebih efisien serta uang akan kembali
pada kitah-nya.
Penerapan uang tunggal global tentu tidak akan mudah
tetapi pasti akan mendapat tentangan dari negara pemilik hard currency seperti
Dolar AS dan Poundsterling Inggris, serta para spekulan valas juga akan menolak
keras. Sedangkan negara-negara yang mata uangnya tergolong soft currency sangat
mungkin akan lebih mudah menerima. Mereka selama ini merasa ekonominya selalu
menjadi bulan-bulanan dan dihegomoni oleh hard currency. Penyamaan persepsi
inilah yang akan menjadi hambatan terberat dalam penerapan uang tunggal global.
Namun, walaupun berat tetapi harus dimulai jika tidak ingin terjadi krisis demi
krisis yang semakin cepat dan tanpa terduga.
Dunia mestinya belajar dari kesuksesan Euro sebagai mata
uang tunggal di Uni Eropa dan keegoisan Inggris yang tidak mau ikut dalam Euro.
Euro yang dalam perjalanannya mampu mengalahkan Dolar AS dan Poundsterling
Inggris. Apabila negara pemilik hard currency menghambat sebaiknya ditinggal
saja, seperti saat Uni Eropa memberlakukan Euro dengan meninggalkan Inggris.
Biarkan saja mereka berpikir tidak memerlukan mata uang tunggal global karena
merasa kuat dan takut akan kehilangan hegemoni ekonominya, paling nanti
nasibnya akan sama seperti Poundsterling Inggris.
Penerapan uang tunggal global harus diawali dengan
penyamaan persepsi diantara negara-negara di dunia, kemudian membentuk badan
internasional yang memiliki otoritas dalam pemberlakuannya, baik menyangkut
jumlah, penjatahan, distribusi, nilai nominal, bahan uang dan sebagainya. Yang
jelas penerapan uang tunggal global ini bukan nerupakan permasalahan yang
mudah, serta mungkin butuh waktu persiapan yang lama maupun biaya yang tidak
murah.
Mata Uang Tunggal ASEAN
ASEAN belum akan menerapkan mata uang tunggal seperti
euro yang diterapkan oleh Uni Eropa (UE). ASEAN dan UE berbeda, ASEAN tidak
memiliki standar ekonomi untuk diterapkan ke masing-masing negara anggota
seperti yang dilakukan oleh UE sebagai bentuk kesatuan (union), ASEAN masih
berbentuk asosiasi.
Sulit bagi ASEAN untuk menerapkan satu mata uang tunggal
karena perbedaan kondisi ekonomi dalam negara-negara ASEAN yang sangat besar.
lebih mudah untuk menggunakan satu mata uang yang dominan di kawasan Asia Timur
seperti yen atau yuan untuk digunakan sebagai mata uang alternatif selain dolar
yang selama ini digunakan dalam transaksi ekonomi. ASEAN akan memiliki mata
uang yang sama saat ASEAN melakukan semua bisnis dengan negara tetangga, namun
saat ini ASEAN melakukannya dengan Tiongkok dan Jepang. Jadi yang diperlukan
ASEAN sebenarnya bukan mata uang tunggal tapi mata uang yang sama dalam
perdagangan sehingga tidak perlu membeli dolar AS.
Masa Depan ASEAN dengan Mata Uang Tunggal (Single Currency)
Sejarah Sistem Moneter Internasional
Sistem moneter
internasional memiliki sejarah yang panjang. Dimulai dari sistem standar emas,
system ini lahir bukan karena hasil prakarsa seseorang, melainkan hasil evolusi
praktek-praktek transaksi ekonomi internasional atau transaksi-transaksi
pembayaran antar negara, sehingga tidak mungkin ditetapkan dengan pasti kapan
system standar emas dunia mulai berfungsi. Walaupun demikian para sejarahwan
dunia menganggap bahwa system standar emas dimulai sekitar tahun 1870, yang
ditandai dengan ditetapkannya nilai poundsterling dengan emas oleh pemerintah
Inggris. Dengan dibentuknya sistem keuangan berstandar emas pada 1870 menandai
salah satu kejadian penting dalam sejarah pasar mata uang. Sebelum standar emas
diberlakukan, negara-negara di dunia menggunakan emas dan perak sebagai alat
pembayaran internasional.
Sistem standar emas
mulai runtuh di awal Perang Dunia I. Sehubungan dengan ketegangan politik yang
terjadi di Eropa, maka negara-negara di Eropa membuat proyek-proyek militer
raksasa. Akan tetapi, dengan adanya pembangunan proyek-proyek tersebut
mengakibatkan beban finansial yang sangat besar. Sehingga pada saat itu
negara-negara di Eropa tidak mempunyai cukup emas untuk menutupi beban
financialnya. Meskipun system standar emas sempat kembali setelah PD I, banyak
negara akhirnya mengabaikannya lagi saat pecah Perang Dunia II. Sebelum Perang
Dunia II berakhir, negara-negara sekutu melihat adanya kebutuhan untuk
memperbaiki sistem keuangan yang porak-poranda akibat perang dan dicampakkannya
sistem standar emas. Pada Juli 1944, lebih dari 700 perwakilan dari negara
sekutu berkumpul di Bretton Woods, New Hampshire. Pertemuan tersebut
menghasilkan apa yang sekarang disebut dengan Sistem Bretton Woods.
Salah satu fungsi
utama Bretton Woods adalah USD menggantikan emas sebagai standar utama
pertukaran mata uang dunia. Bretton Woods System juga mengijinkan negara
bertindak sesuai dengan kebijakan moneter yang diinginkan dalam rangka
menciptakan perekonomian yang lebih stabil dan kondusif. Kebijakan politik ini
mencakup menaikkan dan menurunkan suku bunga, serta menekan pengangguran. Akan
tetapi di sisi lain sangat berisiko mengundang inflasi sekaligus menurunkan
kuota investasi jangka panjang dan cenderung menerbitkan investasi yang
bersifat jangka pendek yang rentan menciptakan ketidakstabilan ekonomi antar
negara.
Sistem Moneter
Internasional Dan Globalisasi
Awal tahun 1970-an,
cadangan emas US sudah sangat menipis sehingga tidak bisa lagi menutupi seluruh
dollar yang disimpan di bank-bank asing. Akhirnya, pada tanggal 15 Agustus
1971, US mengumumnkan kepada dunia bahwa tidak akan ada lagi pertukaran emas
untuk dollar. Hal ini menjadi tanda berakhirnya Bretton Woods. Setelah Bretton
Woods runtuh, dunia akhirnya menerima penggunaaan nilai tukar mengambang
melalui Jamaica Agreement tahun 1976. Tapi ini bukan berarti bahwa
negara-negara di dunia mengadopsi secara murni sistem nilai tukar mengambang
yang bebas. Kebanyakan negara-negara di dunia menerapkan salah satu dari
tiga sistem nilai tukar berikut:
- Dollarization. Dollarization diterapkan
apabila negara yang bersangkutan tidak bermasalah untuk menggantikan mata
uangnya dengan mata uang negara lain. Dollarization biasanya membuat
sebuah negara terlihat lebih stabil untuk tempat investasi, tapi bank
sentral negara yang bersangkutan tidak bisa lagi mencetak uang dan membuat
kebijakan keuangan. Contoh dollarization adalah penggunaan USD di El
Savador.
- Pegged rate. Pegged rate terjadi saat
sebuah negara secara langsung menetapkan nilai tukarnya terhadap mata uang
asing sehingga negara itu punya stabilitas yang lebih dari pada
menggunakan normal float. Sebagai contoh, Cina menetapkan nilai Yuan
terhadap USD adalah 8.28 yuan per dollar antara 1997 dan juli 2005.
Kerugiannya adalah nilai mata uang bergantung pada kondisi ekonomi mata
uang yang di-pegged.
- Managed floating rate. Nilai tukar mata uang diperbolehkan berubah sesuai dengan permintaan dan penawaran yang terjadi dipasar. Akan tetapi, bank sentral boleh mengintervensi untuk menstabilkan fluktuasi nilai tukar yang ekstrim.
System moneter
internasional pasca System Bretton Woods menghadapi tantangan yang sangat
besar, dengan semakin pesatnya perkembangan ekonomi dunia dan perkembangan ilmu
pengetahuan serta teknologi dan informasi membuat perekonomian dunia semakin
terintegrasi secara global sehingga arus modal, barang dan jasa semakin
meningkat antar negara. Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses
kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi
satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi tanpa rintangan batas teritorial
negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan
hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi
terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara
ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat.
Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari
dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka
peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Globalisasi
perekonomian dunia tidak hanya menyebabkan terjadinya kompleksitas dan
persaingan yang semakin meningkat, tetapi juga mendorong terciptanya kerjasama
di bidang ekonomi antar negara atau kawasan regional karena alasan kesamaan
sejarah, atau karena alasan ekonomi atau juga karena alasan social, budaya
serta politik. Salah satu bentuk kerjasama dibidang ekonomi antar negara atau
kawasan regional adalah dengan menciptakan integrasi ekonomi.
sumber : modul matakuliah perdagangan internasional, Agribisnis UNPAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar