HAMBATAN
PERDAGANGAN NON TARIF
Kebijakan perdagangan
internasional adalah berbagai tindakan dan peraturan yang dijalankan suatu
negara, baik secara lansung maupun tidak lansung, yang akan mempengaruhi
struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional negara tersebut.
Kebijakan perdagangan internasional dilaksanakan dengan tujuan untuk melindungi
kepentingan ekonomi nasional, industri dalam negeri, dan lapangan kerja serta
menjaga stabilitas ekonomi nasional. Akan tetapi, dalam praktek perdagangan
internasional saat ini, kebanyakan pemerintah melakukan campur tangan dalam
kegiatan perdagangan internasional menggunakan kebijakan lainnya yang lebih rumit,
yaitu Kebijakan Nontarif Barrier (NTB).
Hal ini dilakukan negara
tersebut untuk menyembunyikan motif proteksi atau sekedar mengecoh negara
lainnya. Oleh karena itu, sampai saat ini masih banyak negara yang
memberlakukan kebijakan nontarif barrier walaupun beberapa ahli beranggapan
bahwa kebijakan nontarif barrier dapat menjadi penghalang untuk tercapainya
keterbukaan dalam perdagangan internasional.
Gambar 6. Hambatan Non
Tarif
§
Cara-cara suatu negara dalam menerapkan non-tariff barrier;
1.
Standardisasi Kualitas Produk atau Jasa
2.
Pembatasan Kuota Impor
3.
Prosedur atau Peraturan Khusus
4.
Struktur Pasar
5.
Kondisi Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya
Standardisasi Kualitas Produk atau Jasa
Cara ini dilakukan dengan membuat standard kualitas
khusus à produk atau jasa yang akan masuk ke suatu negara
tertentu harus memenuhi standar kualitas negara tersebut. Pembatasan ini sama
sekali tidak terkait dengan aspek-aspek finansial.
Pembatasan Kuota Impor:
Dilakukan dengan membatasi kuantitas barang yang boleh
masuk ke suatu negara. Pembatasan jumlah
barang dilakukan dengan tujuan produk-produk impor tidak membanjiri pasar dalam
negeri. Dengan pembatasan ini diharapkan produk-produk dalam negeri bisa
bersaing di negerinya sendiri.
Prosedur atau Peraturan Khusus:
Prosedur atau peraturan khusus yang dikeluarkan oleh
pemerintah setempat bisa jadi menjadi hambatan terbesar yang dihadapi produk
luar negeri. Peraturan atau prosedur yang dikeluarkan pemerintah merupakan
kunci masuknya produk luar negeri. Dengan adanya peraturan khusus tersebut,
gerak produk luar negeri di dalam negeri bisa terbatas.
Struktur Pasar:
Pasar merupakan tempat terjadinya transaksi antara
penjual dan pembeli. Pasar memiliki struktur tersendiri yang membuat dirinya
khas dan berbeda dibandingkan dengan pasar lainnya. Hal ini menjadi pembatas
yang cukup nyata terhadap produk luar yang akan masuk ke dalam negeri.
Kondisi Politik, Ekonomi, Dan Sosial Budaya
Suatu produk atau jasa dari luar negeri harus
memperhatikan faktor-faktor seperti politik, ekonomi, dan sosial budaya negara
tujuan. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, diharapkan usaha pemasaran
akan lebih mudah. Namun demikian, biasanya dengan adanya faktor-faktor tersebut
justru menghambat gerak langkah pemasaran perusahaan.
Hambatan Non tarif dalam perdagangan antara lain
1)
Subsidi negara, pengadaan, perdagangan, kepemilikan
negara
2)
Kebijakan nasional dalam kesehatan keamanan,
ketenaga-kerjaan.
3)
Pembagian kuota.
4)
Klasifikasi produk
5)
Pengendalian pertukaran valuta asing dan serbaragam
prasarana yang tidak mencukupi atau terlalu dilebih-lebihkan.
6)
Kebijakan anggaran belanja negara
7)
Hukum kepemilikan(hak paten, hak cipta)
8)
Penyuapan
Berbagai Hambatan Nontarif
1.
Kuota impor
Kuota impor adalah pembatasan
secara lansung terhadap jumlah barang yang boleh diimpor dari luar negeri untuk
melindungi kepentingan industri dan konsumen. Pembatasan ini biasanya
diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa kelompok individu atau
perusahaan domestik untuk mengimpor suatu produk yang jumlahnya dibatasi secara
lansung. Kuota impor dapat digunakan untuk melindungi sektor industri tertentu
dan neraca pembayaran suatu negara. Negara maju pada umumnya memberlakukan
kuota impor untuk melindungi sektor pertaniannya. Sedangkan negara-negara
berkembang melakukan kebijakan kuota impor untuk melindungi sektor industri
manufakturnya atau untuk melindungi kondisi neraca pembayarannya yang
seringkali mengalami defisit akibat lebih besarnya impor daripada ekspor.
Dampak-dampak keseimbangan parsial dari pemberlakuan
kuota impor dapat
dilihat pada grafik dibawah ini :
Dx dan Sx masing-masing adalah
kurva penawaran untuk komoditi X di suatu negara. Dalm kondisi perdagangan
bebas, harga yang berlaku adalah harga dunia, yakni Px=$1. Jika negara tersebut
memberlakukan kuota impor 30X (JH), hal itu mengakibatkan kenaikan harga
menjadi Px=$2, dan konsumsi akan turun menjadi 50X (GH), di mana 20X (GJ) di
antaranya merupakan produksi domestik sedangkan sisanya adalah impor. Jika
pemerintah melelang lisensi impor dalam suatu pasar kompetitif, maka pemerintah
akan memperoleh tambahan pendapatan sebesar $30 (JHNM). Penambahan pendapatan
bagi pemerintah sebesar itu sama seperti yang ditimbulkan jika negara tersebut
memberlakukan tarif impor sebesar 100%. Namun seandainya kurva penawaran
bergeser dari Dx ke Dx’, maka pemberlakuan kuota impor sebesar 30X (J’H’) akan
menambah konsumsi dari 50X menjadi 55X (G’H’) dan 25X (G’J’) di antaranya
merupakan produksi domestik.
Perbedaan kuota
impor dan tarif impor yang setara :
a.
Pemberlakuan kuota impor akan memperbesar permintaan yang selanjutnya akan
diikuti kenaikan harga domestik dan produksi domestik yang lebih besar daripada
yang diakibatkan oleh pemberlakuan tarif impor yang setara;
b.
Dalam
pemberlakuan kuota impor, jika pemerintah melakukan pemilihan perusahaan yang
berhak memperoleh lisensi impor tanpa mempertimbangkan efisiensi, maka akan
menyebabkan timbulnya monopoli dan distorsi;
c.
Pada
kuota impor, pemerintah akan memperoleh pendapatan secara lansung melalui
pemungutan secara lansung pada penerima lisensi impor;
d.
Kuota
impor membatasi arus masuk impor dalam jumlah yang pasti, sedangkan tarif impor
membatasi arus masuk impor dalm jumlah yang tidak dapat dipastikan.
Macam-macam kuota impor :
i.
Absolute/
uniteral quota,
yaitu sistem kuota yang ditetapkan secara sepihak (tanpa negoisasi).
ii.
Negotiated/
bilateral quota,
yaitu sistem kuota yang ditetapkan atas kesepakatan atau menurut perjanjian.
iii.
Tarif
kuota, yaitu pembatasan
impor yang dilakukan dengan mengkombinasikan sistem tarif dengan sistem kuota.
iv.
Mixing
quota, yaitu
pembatasan impor bahan baku tertent untuk melindungi industri dalam negeri.
2. Pembatasan
Ekspor Secara Sukarela
Konsep ini mengacu pada kasus
di mana negara pengimpor mendorong atau bahkan memaksa negara lain mengurangi
ekspornya secara sukarela dengan ancaman bahwa negara pengimpor tersebut akan
melakukan hambatan perdagangan yang lebih keras lagi. Kebijakan ini dilakukan
berdasarkan kekhawatiran akan lumpuhnya sektor tertentu dalam perekonomian
domestik akibat impor yang berlebih.
Pembatasan ekspor secara
sukarela ini kurang efektif, karena pada umumnya negara pengekspor enggan
membatasi arus ekspornya secara sukarela. Pembatasan ekspor ini justru membebankan
biaya yang lebih mahal bagi negar pengimpor karena lisensi impor yang bernilai
tinggi itu justru diberikan pada pemerintah atau perusahaan asing.
3 Kartel-kartel
Internasional
Kartel internasional adalah
sebuah organisasi produsen komoditi tertentu dari berbagai negara. Mereka
sepakat untuk membatasi outputnya dan juga mengendalikan ekspor komoditi
tersebut dengan tujuan memaksimalkan dan meningkatkan total keuntungan mereka.
Berpengaruh tidaknya suatu kartel ditentukan oleh hal-hal berikut:
a.
Sebuah kartel internasional berpeluang lebih besar untuk berhasil dalam
menentukan harga jika komoditi yang mereka kuasai tidak memiliki subtitusi;
b.
Peluang
tersebut akan semakin besar apabila jumlah produsen, negara, atau pihak yang
terhimpun dalam kartel relatif sedikit
4. Dumping
Dumping adalah ekspor dari suatu komoditi dengan harga
jauh di bawah pasaran, atau penjualan komoditi ke luar negeri dengan harga jauh
lebih murah dibandingkan dengan harga penjualan domestiknya. Dumping
diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Dumping terus-menerus atau international price
discrimination adalah kecenderungan terus-menerus dari suatu perusahaan
monopolis domestik untuk memaksimalkan keuntungannya dengan menjual suatu
komoditi dengan harga yang lebih tinggi di pasaran domestik, sedangkan harga
yang dipasangnya di pasar luar negeri sengaja dibuat lebih murah;
b. Dumping harga yang bersifat predator atau predatory
dumping praktek penjualan komoditi di bawah harga yang jauh lebih murah
ketimbang harga domestiknya. Proses dumping ini pada umumnya berlansung
sementara, namun diskriminasi harganya sangat tajam sehingga dapat mematikan
produk pesaing dalam waktu singkat;
c. Dumping sporadis atau sporadic dumping adalah suatu
komoditi di bawah harga atau penjualan komoditi itu ke luar negeri dengan harga
yang sedikit lebih murah daripada produk domestik, namun hanya terjadi saat
ingin mengatasi surplus komoditi yang sesekali terjadi tanpa menurunkan harga
domestik.
5. Subsidi Ekspor
Subsidi ekspor adalah pembayaran lansung atau pemberian
keringanan pajak dan bantuan subsidi pada para eksportir atau calon eksportir
nasional, dan atau pemberian pinjaman berbunga rendah kepada para pengimpor
asing dalam rangka memacu ekspor suatu negara. Analisis subsidi ekspor disajikan
secara grafis pada grafik berikut ini :
Dalam kondisi perdagangan bebas, harga yang berlaku
adalah Px=$3,5. Dalam kondisi tersebut, negara 2 yang merupakan sebuah negara
kecil akan memproduksi komoditi X sebanyak 35 unit (A’C’), sebagian di antaranya
yakni sebanyak 20 unit akan dikonsumsi sendiri (A’B’), sedangkan sisanya 15
unit akan diekspor (B’C’). namun setelah pemerintah negara 2 memberikan subsidi
ekspor sebesar $0,5 untuk setiap unit komoditi X yang diekspor, maka Px
meningkat menjadi $4/unit bagi para produsen dan konsumen domestik. Sementara
itu harga yang dihadapi oleh produsen dan konsumen luar negeri tetap.
Berdasarkan tingkat harga baru Px=$4 tersebut, para produsen di negara 2 akan
meningkatkan produksi komoditi X hingga (G’J’). sementara itu para konsumen
yang menghadapi harga yang lebih mahal akan menurunkan konsumsinya menjadi 10
unit (G’H’), sehingga jumlah komoditi X yang diekspor juga meningkat menjadi 30
unit (H’J’). kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi konsumen domestik sebesar
$7,5 (luas bidang a’+b’), sedangkan produsen memperoleh keuntungan tambahan
sebesar $18,75 (luas bidang a’+b’+c’). selain itu, pemerintah yang memberikan
subsidi akan memikul kerugian sebesar $15 (B’+C’+D’). secara keseluruhan
kerugian yang dialami negara 2 (negara proteksi) mencapai $3,75 yang setara
dengan penjumlahan luas segitiga B’H’N’ = b’ = $2,5 dan C’J’M’ = d’ = $1,25.
Tinjauan Atas
Pengaturan-Pengaturan Pembatasan Ekspor Secara Sukarela
Di Sejumlah Negara Maju
1.
Hasil
penelitian yang telah dilaksanakan baru-baru ini mengenai dampak dari
pembatasan ekspor secara sukarela yang dilakukan di negara-negara maju
mengungkapkan bahwa sekitar 67% biaya atau kerugian yang muncul dari kebijakan
ini ditanggung oleh konsumen, sehingga ini terhitung sebagai rente yang
diperoleh produsen. Dengan kata lain, bagian terbesar dari biaya yang
terkandung dalam instrumen lebih merupakan alih pendapatan ke pihak luar, di
samping itu juga kerugian berupa kemerosotan efisiensi. Hal ini menegaskan
bahwa dari sudut pandang nasional, kebijakan ini lebih merugikan daripada
tarif.
2.
Upaya
Washington Untuk Membatasi Arus Ekspor Mobil Jepang Ke Amerika Serikat Lonjakan
tajam harga minyak dan krisis bahan bakar di Amerika pada tahun 1979 mebuat
selera pasar bergeser ke mobil berukuran kecil. Jepang sebagai produsen mobil
berukuran kecil pun mulai mengekspor produknya ke Amerika. Hal ini menyebabkan
tingkat produksi otomotif di Amerika menurun. Untuk melindungi industri
domestiknya, Amerika mengadakan perjanjian pembatasan impor dengan Jepang pada
tahun 1981. Sebagai tindak lanjut perjanjian ini, produsen mobil Amerika
Serikat berusaha meningkatkan efisiensi dan memperbaiki kualitasnya, walaupun
dengan begitu harga satuan produknya menjadi relatih lebih tinggi.
Perusahaan-perusahaan Jepang sendirimembiarkan diri dipaksa secara tidak
lansung untuk menjual hasil produksinya dengan harga yang lebih mahal, sehingga
mereka dapat menikmati margin laba yang lebih besar dari setiap unit mobil yang
dijualnya pada konsumen Amerika. Hal tersebut tentu saja merugikan konsumen
Amerika yang terpaksa mebayar lebih mahal untuk mendapatkan satu unit mobil.
Akhirnya sejak tahun 1985, Amerika tidak lagi menuntut pembatasan ekspor
otomotif dari Jepang, namun Jepang secara sepihak membatasi ekspor mobilnya
secara sengaja. Pada tahun 1990-an, perusahaan-perusahaan mobil Jepang
melakukan investasi besar-besaran di Amerika dengan membangun pabrik-pabrik
perakitan di Amerika. Tanpa memacu ekspornya, Jepang telah dapat menjual begitu
banyak mobil di Amerika Serikat melalui pabrik-pabrik yang terdapat di negara
itu.
Dengan demikian, melalui
investasi lansung, perusahaan-perusahaan Jepang mampu mengatasi ancaman
hambatan perdagangan dan kontroversi di masa mendatang.
Penelusuran dampak-dampak dari
pengendalian ekspor secara sukarela ini cukup rumit karena adanya beberapa
faktor yang berpengaruh. Pertama, mobil-mobil Jepang dan Amerika bukan
merupakan subtitusi sempurna. Kedua, sampai tingkat tertentu industri Jepang
memberikan reaksi atas pembatasan ini dengan meningkatkan kualitas dan menjual
mobil-mobil yang lebih mahal dengan memberikan aksesori tambahan. Ketiga,
industri mobil bukan merupakan pasar persaingan sempurna.
3. Praktek Pemberian Subsidi
Pertanian Di Negara-Negara Industri
Negara-negara industri maju
memberikan subsidi pada produsen di sektor pertaniannya dalam jumlah besar dan
cenderung meningkat tiap tahunnya. Hal ini mengakibatkan negara-negara maju
memproduksi barang pertanian lebih banyak dari kesanggupan membelinya. Untuk
mengatasi peningkatan cadangan yang nyaris tak terkendali, mereka mengekspor
kelebihan produksi pertaniannya. Karena harga penyangga barang tersebut lebih
tinggi dari harga dunia, maka pemerintah negara majau memberikan subsidi ekspor
untuk menghilangkan perbedaan harga dan dapat mengekspor hasil produksinya.
Subsidi tersebut cenderung menekan harga dunia dan akibatnya meningkatkan
kebutuhan dana subsidi.
4. Proteksi Terkendali Di Amerika Serikat Dan
Negara-Negara Lain
Proteksi terkendali dapat digolongkan menjadi tiga macam,
yaitu:
¤ Langkah-langkah pengamanan (safeguards), adalah
pemberian dukunga khusus bagi para produsen domestik yang terpukul oleh tekanan
persaingan impor yang dianggap tidak jujur atau tidak wajar
¤ Pajak pengimbangan (countervailling duties), adalah
tarif tambahan yang dikenakan terhadap produk-produk impor tertentu yang
dianggap memiliki daya saing karena didukung subsidi ekspor dari negara asalnya
untuk menghilangkan selisih harga yang timbul akibat subsidi.
¤ Tindakan anti-dumping, adalah langkah yang diambil
pemerintah suatu negara untuk mengatasi dumping yang dilakukan negara
pengekspor.
Putaran Uruguay
Putaran Uruguay adalah babak 8
negosiasi perdagangan multilateral (MTN) dilakukan dalam kerangka Perjanjian
Umum mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT), mulai 1986-1994 dan merangkul 123
negara sebagai "pihak kontraktor". Putaran Uruguay mengubah GATT ke
Organisasi Perdagangan Dunia.
Putaran diberlakukan pada tahun
1995 dan telah diimplementasikan selama periode sampai 2000 (2004 dalam kasus
negara berkembang pihak kontraktor) di bawah arahan administratif baru dibuat
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Putaran Uruguay tentang Perjanjian
Pertanian, yang dikelola oleh WTO, membawa perdagangan pertanian lebih lengkap
di bawah GATT. Putaran Uruguay menyebabkan perubahan pembatasan kuantitatif
untuk tarif dan penurunan tarif secara bertahap. Perjanjian tersebut juga
memberlakukan aturan dan disiplin pada subsidi ekspor pertanian, subsidi
domestik, dan sanitasi dan phytosanitary (SPS) tindakan.
Hasil dari Putaran Uruguay
antara lain :
1.
Soal
tarif. Negara-negara anggota sepakat untuk menurunkan tarif yang selama ini
masih diberlakukan untuk produk-produk industri dari rata-rata 4.7% menjadi 3
%, sedangkan proporsi produk yang dibebaskan dari tarif akan ditingkatkan dari
20-22 % menjadi 40-45 %. Tarif untuk beberapa sektor tertentu dihapuskan sama
sekali misalnya untuk sektor farmasi, peralatan, konstruksi, perlengkapan
medis, produk kertas, dan baja.
2.
Soal
kuota, Tingkat tarif untuk produk pertanian turun untuk negara berkembang dari
menjadi 24% dan untuk negara industri menjadi 36%. Sedang tarif untuk tekstil
turun menjadi 25%.
3.
Soal
tindakan anti-dumping. Putaran Uruguay menetapkan ketentuan yang lebih tegas
dan cepat, meskipun tidak melarang penggunaan politik dumping.
4.
Mengenai
subsidi, volume pertanian yang disubsidi dikurangi hingga 21% dalam periode 6
tahun. Sedangkan subsidi pemerintah untuk kegiatan riset industri yang bersifat
penelitian dasar dibatasi 50% dari total biaya riset terapan.
5.
Mengenai
ketentuan pengaman khusus, negara-negara masih dimungkinkan untuk meningkatkan
tarif atau melakukan restriksi untuk perdagangan tertentu guna meredam lonjakan
impor yang diperkirakan dapat memukul perindustrian domestik, kecuali dalam
bidang kesehatan.
6.
Mengenai
hak cipta, Putaran Uruguay menetapkan bahwa hak cipta memiliki masa 20 tahun,
namun ada kelonggaran membayar royalty selama 10 tahun untuk sektor industri
farmasi selama 10 tahun.
7.
Mengenai
perdagangan sektor jasa, dalam hal ini Amerika gagal memperoleh akses untuk
jasa perbankan di negara Jepang, Korea Selatan dan beberapa negara berkembang
lainnya. Selain itu Amerika juga gagal memaksa Perancis dan juga negara anggota
Uni-Eropa lain agar mengahapuskan hambatan-hambatan masuknya film-film dan
acara Amerika secara bebas.
8.
Mengenai
industri lain pada umumnya, Amerika dan negara Eropa lain sepakat membatasi
subsidi pemerintah bagi subsidi pemerintah bagi pesawat terbang sipil,
pembukaan pasar telepon jarak jauh, dan pembatasan subsidi bagi produsen baja,
dan Amerika juga membicarakan tentang pembukaan pasar chip semikonduktor di
Jepang.
9.
Mengenai
aspek-aspek investasi yang berkenaan dengan perdagangan. Putaran Uruguay
sepakat menghilangkan berbagai persyaratan bagi para investor luar negeri,
misalnya untuk membeli suku cadang lokal atau mengadakan ekspor senilai
impornya.
10.
Rencana
pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, negara peserta Putaran Uruguay
sepakat untuk membentuk WTO menggantikan GATT.
sumber : modul matakuliah perdagangan internasional, Agribisnis UNPAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar