Etika, adalah tata pergaulan yang khas
atau ciri-ciri perilaku yang dapat digunakan untuk mengindentifikasi,
mengasosiasikan diri, dan dapat merupakan sumber motivasi untuk berkarya dan
berprestasi bagi kelompok tertentu yang memilikinya. Etika bukanlah peraturan,
tetapi lebih dekat kepada nilai-nilai moral untuk membangkitkan kesadaran
beritikad baik, jika dilupakan atau dilanggar akan berakibat kepada
tercemarnya pribadi yang bersangkutan, kelompoknya, dan anggota kelompoknya
(Kartono M, 1987).
Kegiatan
penyuluhan bukan lagi menjadi kegiatan sukarela tetapi telah berkembang menjadi
profesi, karena itu setiap penyuluh perlu memegang teguh Etika Penyuluhan.
Penyuluh harus mampu berperilaku agar masyarakat selalu memberikan dukungan
yang tulus ikhlas terhadap kepentingan nasional. Perilaku yang perlu
ditunjukkan atau diragakan oleh setiap penyuluh (SalmonP, 1987) adalah:
- Perilaku sebagai manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman kepada
Tuhan YME, jujur dan disiplin.
- Perilaku sebagai anggota masyarakat, yaitu mau menghormati
adat/kebiasaan masyarakatnya, menghormati pelaku utama dan pelaku usaha
agribisnis dan keluarganya (apapun keadaan dan status sosial-ekonominya)
dan menghormati sesama penyuluh.
- Perilaku yang menunjukkan penampilannya sebagai yang andal, yaitu
berkeyakinan kuat atas manfaat tugasnya, kerjanya, memiliki jiwa kerjasama
yang tinggi dan berkemampuan untuk bekerja teratur.
- Perilaku yang mencerminkan dinamika, yaitu ulet, mental dan semangat
kerja yang tinggi, selalu berusaha mencerdaskan diri dan selalu berusaha
mengkaitkan kemampuannya.
Suatu kenyataan yang tidak dapat
disangkal adalah "kegiatan penyuluhan" bukan lagi menjadi kegiatan
sukarela, tetapi telah berkembang menjadi "porfesi". Meskipun demikian, pelaksanaan penyuluhan
pertanian belum sungguh-sungguh dilaksanakan secara profesional. Hal ini,
terlihat pada:
1) Kemampuan penyuluh untuk melayani kliennya yang
masih terpusat pada aspek teknis budidaya pertanian, sedang aspek manajemen,
pendidikan kewirausahaan, dan hak-hak politik petani relatif tidak tersentuh.
2) Kelambanan transfer inovasi yang dilakukan
penyuluh dibanding kecepatan inovasi yang ditawarkan kepada masyarakat oleh
pelaku bisnis, LSM, media-masa dan stakeholder yang lain.
3) Kebanggaan penyuluh terhadap jabatan fungsional
yang disandangnya yang lebih rendah dibanding harapannya untuk memperoleh
kesempatan menyandang jabatan struktural.
4) Kinerja penyuluh yang lebih mementingkan
pengumpulan “credit point” dibanding mutu layanannya kepada masyarakat
5) Persepsi yang rendah terhadap kinerja penyuluh
yang dikemukakan oleh masyarakat petani dan stakeholder yang lain.
Kenyataan-kenyataan seperti itu,
sudah lama disadari oleh masyarakat penyuluhan pertanian di Indonesia, sehingga
pada Kongres Penyuluhan Pertanian ke I pada tahun 1986 disepakati untuk
merumuskan "Etika Penyuluhan" yang seharusnya dijadikan acuan
perilaku penyuluh..
Panca Etika
Penyuluh Pertanian :
- penyuluh pertanian beriman dan
bertaqwa kepada tuhan yang maha esa serta senantiasa menghormati dan
memperlakukan petani mitra sejajar.
- penyuluh pertanian senantiasa
menempatkan keinginan dan kebutuhan petani-nelayan sebagai dasar utama
pertimbangan dalam mengembangkan program.
- penyuluh pertanian senantiasa lugas,
tulus dan jujur menyampaikan informasi, saran ataupun rekomendasi dan
bertindak sebagai motivator, dinamisator, fasilitator serta katalisator
dalam membimbing petani nelayan
- penyuluh pertanian senantiasa
memiliki dedikasi dan pengabdian untuk membela kepentingan petani-nelayan
serta memperlihatkan teladan, serasi, selaras, dan sumbang kepada semua
pihak.
- penyuluh pertanian senantiasa
memelihara kesetiakawanan dan citra korps penyuluh pertanian atas prinsip
“silih asuh, silih asih, silih asah” serta senantiasa bersikap dan
bertingkah laku yang menghoromati agama, kepercayaan, aturan, norma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar