Julukan Indonesia sebagai negara agraris
bukanlah jaminan untuk mencukupi kebutuhan pangan. Bahkan pada bidang komoditi
pangan pokok, Indonesia masih harus impor dari negara lain. Persoalan pangan
yang masih menjadi kendala di Indonesia, disebabkan sistem pendidikan yang
belum memunculkan pembangunan di sektor pertanian dan perkebunan. Meskipun pada
kenyataannya terdapat sejumlah perguruan tinggi yang memiliki fakultas di
bidang pertanian. Animo masyarakat khususnya generasi muda untuk belajar
pertanian, menurun drastis sejak lima tahun terakhir. Fenomena itu terlihat
dengan semakin sedikitnya generasi muda yang memilih pendidikan atau fakultas
pertanian. Padahal, jurusan pertanian merupakan salah satu pendidikan formal
yang menyiapkan tenaga-tenaga terampil di bidang pertanian
Pendidikan pertanian memang harus dihidupkan,
demi menjaga masa depan dan ketahanan pangan kita. Upaya itu tentunya tidak
cukup dengan instruksi atau ajakan, tetapi perlu gerakan dan langkah nyata
antara pemerintah, dunia kampus, dan masyarakat. Pemerintah sebagai pembuat
sekaligus pemegang kebijakan (policy maker), perlu membuat kebijakan
yang berpihak pada pertanian, kampus harus menjadi pusat penemuan baru,
sedangkan masyarakat mendukung dan mengapresiasikannya secara positif. Dengan
adanya relasi dan timbal balik itu, umur pendidikan pertanian pada khususnya
dan dunia pertanian pada umumnya diharapkan bisa diperpanjang.
Penyuluhan sebagi sistem pendidikan dapat ditinjau dari berbagai segi :
-
Sistem pendidikan Formal terdiri
dari sekolah umum, sekolah kejuruan, sekolah kedinasan dan khusus.
-
Sistem pendidikan non Formal
seperti kursus-kursus, peraturan, training/latihan, penyuluhan.
-
Sistem pendidikan Informal terdiri
dari Sarana keluarga, media massa, tempat kerja keagamaan dan alat hiburan
rekreatif, organisasi dan lain-lain
Penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan
diluar sekolahan untuk keluarga di pedesaan, dimana mereka belajar sambil
berbuat untuk menjadi mau, tahu dan bisa menyelesaikan sendiri masalah yang
dihadapinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi penyuluhan adalah
bentuk pendidikan yang cara, bahan & sarananya disesuaikan dengan keadaan,
kebutuhan dan kepentingan, baik dari segi sasaran, waktu dan tempat
(wiriaatmadja).
Penyuluhan adalah suatu sistem
pendidikan yang bersifat non formal. Pendidikan itu sendiri adalah suatu
proses atau usaha/kegiatan yang ditujukan untuk mengubah perilaku (pengetahuan,
sikap, dan keterampilan) manusia. Sebagai suatu sistem pendidikan maka proses
yang terjadi dalam kegiatan penyuluhan adalah proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran pada
kegiatan penyuluhan, yang menjadi peserta didik adalah orang dewasa. Sehingga
agar kegiatan penyuluhan dapat berjalan dengan efisien dan efektif, diperlukan
pemahaman tentang orang dewasa. Penyuluh harus mampu memahami teori pendidikan
orang dewasa. Terdapat beberapa prinsip yang perlu dikedepankan dalam sebuah
proses belajar pada kegiatan penyuluhan yang terkait dengan pendidikan orang
dewasa, antara lain:
1.
Penyuluh harus dapat berperan
sebagai fasilitator, bukan sebagai guru.
Sebagai mana makna fasilitator yang
berasal dari kata bahasa inggris to facilitate yang artinya membuat mudah
(memudahkan), maka seorang fasilitator memiliki peranan membantu sasaran suluh
agar mudah belajar. Penyuluh berperan sebagai pembimbing atau pihak yang
mempermudah jalannya proses belajar. Disini penyuluh dapat menjadi motivator,
katalisator, dan konsultan.
2.
Materi penyuluhan
harus berdasarkan pada kebutuhan belajar yang dirasakan oleh sasaran
suluh.
Sasaran
suluh yang notabene adalah orang dewasa pada umumnya melihat pendidikan sebagai
proses peningkatan ketrampilan yang akan segera bermanfaat dalam kehidupan
sesuai fungsinya dalam masyarakat. Sehingga pendidikan orang dewasa lebih
difokuskan pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat akan materi yang dapat digunakan
untuk memecahkan masalah.yang mereka hadapi. Beberapa hal yang juga perlu
diperhatikan dalam pemilihan materi yang dibutuhkan oleh sasaran suluh adalah
secara teknis dapat dilakukan, secara ekonomis dapat memberikan keuntungan, dan
tidak bertentangan dengan nilai sosial dan budaya sasaran suluh.
3.
Efektivitas proses
belajar, bukan diukur dari banyaknya “knowledge transfered”,
Namun lebih pada tumbuh dan
berlangsungnya proses dialog/diskusi dan sharing informasi/pengalaman antar
peserta kegiatan penyuluhan, lebih pada terjadinya upaya pembelajaran bersama
di antara sasaran penyuluhan, dengan kata lain proses belajar harus bersifat
partisipatif. Suasana belajar diupayakan bersifat informal dan mendorong
masing-masing pesertanya untuk saling menghargai kerjasama
4.
Perlu memperhatikan
perbedaan individu atau karakteristik sasarn suluh.
Sasaran suluh adalah orang dewasa
di mana masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda antara lain
berpengalaman atau belum berpengalaman, usia muda atau tua, emosional atau
kalem, bugar atau kurang bugar, berpendidikan atau kurang berpendidikan, dan
lain sebagainya.
5.
Penggunaan media
menekankan pada keterlibatan panca indera sasaran suluh secara optimal pada
proses pembelajaran.
Pembelajaran akan lebih efektif
apabila didukung dengan peragaan-peragaan (media pembelajaran) yang konkret.
Dengan peragaan maka pemahaman sasaran suluh akan lebih dalam. Peragaan yang
dilakukan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga sasaran suluh tidak hanya
memahami sesuatu hanya terbatas pada luarnya saja, tetapi juga harus sampai
pada macam seginya, dianalisis, disusun, dikomparasi sehingga dapat memperoleh
gambaran yang lengkap.
6.
Tempat atau lingkungan
belajar merupakan segala sesuatu yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Lingkungan pembelajaran dapat
berfungsi sebagai sumber pembelajaran atau sumber belajar. Oleh karena itu,
dalam kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh harus dapat membawa, mengatur atau
menciptakan lingkungan sebaik-baiknya sehingga tercipta lingkungan sebagai
komponen pembelajaran yang penting kedudukannya secara baik dan memenuhi
syarat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar