photo IKLAN_zps0bd7cdbd.png

Rabu, 19 Juni 2013

Sekolah Lapang dalam Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman Kakao di Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota

Studi Kasus 
            Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan teknologi budidaya kakao di kelompoktani Fadhila didukung oleh kegiatan yang dilakukan kelompok tersebut. Kelompok Fadhila memilki kebun kakao yang dikelola secara berkelompok. Kebun ini dikelola dengan baik dan menerapkan teknologi budidaya sesuai dengan teknologi anjuran. Telah menjadi kesepakan semua petani di kelompok Fadhila untuk terlibat secara langsung dalam kebun kelompok tersebut. Gotong royong dilakukan dalam semua tahapan budidaya mulai dari penanaman, pemeliharaan termasuk pemupukan dan pemangkasan. Keterlibatan anggota dalam kebun tersebut merupakan upaya nyata proses pembelajaran yang dilakukan dari petani oleh petani dan untuk petani. Kebun kelompok tersebut merupakan kebun percontohan bagi semua anggota kelompok dan petani lainnya.
            Dalam konsep kegiatan penyuluhan sebagai proses belajar bagi orang dewasa maka, maka prinsip latihan dalam kelompok merupakan metode pembelajaran yang tepat. Dalam kasus kelompok Fadhila gotong royong dilakukan anggota dalam budidaya kakao merupakan latihan atau praktek bagi anggota untuk menerapkan teknologi budidaya kakao. Dalam kegiatan kebun kelompok tersebut juga akan terbentuk diskusi-diskusi berkenaan dengan budidaya kakao. Menurut Ban dan Hawkin (1999) metode kelompok merupakan salah satu metode efektif dalam proses
penyuluhan.
            Berkaitan dengan budidaya kakao yang dilakukan di kompoktani Tunas Harapan, keberadaan kelompoktani telah dimanfaatkan sebagai wadah pembelajaran melalui proses penyuluhan. Tetapi proses penyuluhan dalam kelompok in belum optimal. Perwakilan beberapa petani kelompok Tunas Harapan telah mengikuti SL Kakao (sekolah lapang budidaya kakao) yang dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan pada tahun 2008. Materi yng disampiakan dalam SL kakao tersebut mencakup pembibitan, penanaman, pemupukan, pemangkasan dan pengendalian hama dan gulma. Diungkapkan oleh penyuluh dan tenaga teknis perkebunan bahwa ketika SL dilaksanakan petani mampu menguasai dan melaksanakan teknik-teknik dalam budidaya kakao, akan tetapi ketika dievaluasi setelah SL dilaksanakan, hanya 60% petani yang mampu melakukan seperti yang disampaikan dalam SL tersebut. Disamping itu karena SL hanya diikuti oleh beberapa anggota maka anggota yang tidak mengkuti SL tidak secara maksimal menerima informasi tentang budidaya
kakao. Anggota kelompok yang mengikuti SL juga tidak maksimal menerapkan teknologi budidaya kakao dengan berbagai alasan. Hal ini tentu akan menghambat proses difusi teknologi dalam kelompok tersebut.
Keberadaan kelompoktani tidak hanya sebagai sarana dalam proses transfer teknologi, tetapi juga berfungsi untuk memperkuat posisi petani dalam hal berhubungan dengan lembaga lain seperti lembaga penyedia sarana produksi dan lembaga pemasaran. Demikian juga pada penerapan sistem integrasi tanaman ternak.
            Keterlibatan masing-masing lembaga tersebut dapat dilihat dari sisi sistem integrasi tanaman ternak sebagai sebuah proses produksi yang memerlukan input berupa sarana untuk produksi tanaman dan ternak, output yang berhubungan dengan pengolahan dan pemasaran. Dalam budidaya tanaman kakao, kelompok Fadhila tidak berhubungan dengan lembaga sarana produksi. Karena bibit kakao sebagian besar diperoleh dari bantuan pemerintah daerah. Selain bibit dari pemerintah, terdapat juga petani yang mendatangkan bibit kakao dari Balai Penelitian Kakao dan Kopi Jember. Petani yang sengaja mendatangkan bibit dari balai penelitian tersebut memilki alasan bahwa untuk mengahasilkan kakao yang baik maka kualitas bibit harus diperhatikan.
            Demikian juga dengan petani pada kelompoktani Tunas Harapan. Dalam pengadaan sarana produksi berupa bibit kakao, petani memperoleh dari pemerintah dan petani pembibit kakao. Bibit yang dibeli oleh petani, dibeli kepada petani di Batu Balang yang mempunyai usaha pembibitan kakao. Di Nagari Batu Balang terdapat petani kakao yang telah lama memilki kebun kakao dan telah membibitkan kakao untuk dijual kepada petani lain. Sedangkan dalam pemasaran hasil, lembaga yang terlibat adalah pedagang pengumpul dan pedagang gudang kakao di Kota Payakumbuh. Kebanyakan petani menjual hasil kakaonya kepada pedagang pengumpul yang berkeliling ke kampungkampung.
            Hal ini dilakukan petani dengan alasan mereka tidak perlu mengeluarkan biaya lagi untuk traspor ke pasar. Harga yang digunakan cenderung lebih rendah dari pada harga pada pedagang gudang kakao. Dalam berhubungan dengan pedagang pegumpul petani tidak memilki posisi tawar karena petani yang menjual ke pedagang pengumpul biasanya meiliki jumlah kakao yang tidak banyak. Selain itu apabila petani memerlukan uang dalam kondisi mendesak, petani akan menjual kakao dalam kondisi yang kurang baik seperti belum terlalu kering, sehingga pedagang dapat menurunkan harga. Petani yang menjual ke gudang biasanya menjual kakao dalam jumlah banyak. Dalam kondisi tertentu harga jual kakao di gudang lebih tinggi rata-rataRp 500,-/kg dari pedagang pengumpul. Dan bila kakao dijual dalam jumlah banyak petani dapat memilki posisi tawar. Terlebih lagi bila kakao memilki kekeringan yang baik. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa pedagang membeli kakao fermentasi dan tidak fermentasi dengan harga yang sama. Hal ini menyebabkan petani tidak terdorong melakukan fermentasi biji kakao.

Analisis :
Sekolah Lapang merupakan salah satu metode penyuluhan yang baik, didalamnya kelompok tani bisa terlibat secara langsung. Pada kasus gotong royong dilakukan dalam semua tahapan budidaya mulai dari penanaman, pemeliharaan termasuk pemupukan dan pemangkasan. Keterlibatan anggota dalam kebun tersebut merupakan upaya nyata proses pembelajaran yang dilakukan dari petani oleh petani dan untuk petani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar