Studi Kasus
Hasil penelitian menunjukan bahwa
penerapan teknologi budidaya kakao di kelompoktani Fadhila didukung oleh
kegiatan yang dilakukan kelompok tersebut. Kelompok Fadhila memilki kebun kakao
yang dikelola secara berkelompok. Kebun ini dikelola dengan baik dan menerapkan
teknologi budidaya sesuai dengan teknologi anjuran. Telah menjadi kesepakan
semua petani di kelompok Fadhila untuk terlibat secara langsung dalam kebun
kelompok tersebut. Gotong royong dilakukan dalam semua tahapan budidaya mulai
dari penanaman, pemeliharaan termasuk pemupukan dan pemangkasan. Keterlibatan
anggota dalam kebun tersebut merupakan upaya nyata proses pembelajaran yang
dilakukan dari petani oleh petani dan untuk petani. Kebun kelompok tersebut
merupakan kebun percontohan bagi semua anggota kelompok dan petani lainnya.
Dalam konsep kegiatan penyuluhan
sebagai proses belajar bagi orang dewasa maka, maka prinsip latihan dalam
kelompok merupakan metode pembelajaran yang tepat. Dalam kasus kelompok Fadhila
gotong royong dilakukan anggota dalam budidaya kakao merupakan latihan atau
praktek bagi anggota untuk menerapkan teknologi budidaya kakao. Dalam kegiatan
kebun kelompok tersebut juga akan terbentuk diskusi-diskusi berkenaan dengan
budidaya kakao. Menurut Ban dan Hawkin (1999) metode kelompok merupakan salah
satu metode efektif dalam proses
penyuluhan.
Berkaitan dengan budidaya kakao yang
dilakukan di kompoktani Tunas Harapan, keberadaan kelompoktani telah
dimanfaatkan sebagai wadah pembelajaran melalui proses penyuluhan. Tetapi
proses penyuluhan dalam kelompok in belum optimal. Perwakilan beberapa petani
kelompok Tunas Harapan telah mengikuti SL Kakao (sekolah lapang budidaya kakao)
yang dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan pada tahun 2008. Materi yng disampiakan
dalam SL kakao tersebut mencakup pembibitan, penanaman, pemupukan, pemangkasan
dan pengendalian hama dan gulma. Diungkapkan oleh penyuluh dan tenaga teknis
perkebunan bahwa ketika SL dilaksanakan petani mampu menguasai dan melaksanakan
teknik-teknik dalam budidaya kakao, akan tetapi ketika dievaluasi setelah SL
dilaksanakan, hanya 60% petani yang mampu melakukan seperti yang disampaikan
dalam SL tersebut. Disamping itu karena SL hanya diikuti oleh beberapa anggota
maka anggota yang tidak mengkuti SL tidak secara maksimal menerima informasi
tentang budidaya
kakao. Anggota
kelompok yang mengikuti SL juga tidak maksimal menerapkan teknologi budidaya
kakao dengan berbagai alasan. Hal ini tentu akan menghambat proses difusi
teknologi dalam kelompok tersebut.
Keberadaan
kelompoktani tidak hanya sebagai sarana dalam proses transfer teknologi, tetapi
juga berfungsi untuk memperkuat posisi petani dalam hal berhubungan dengan
lembaga lain seperti lembaga penyedia sarana produksi dan lembaga pemasaran.
Demikian juga pada penerapan sistem integrasi tanaman ternak.
Keterlibatan masing-masing lembaga
tersebut dapat dilihat dari sisi sistem integrasi tanaman ternak sebagai sebuah
proses produksi yang memerlukan input berupa sarana untuk produksi tanaman dan
ternak, output yang berhubungan dengan pengolahan dan pemasaran. Dalam budidaya
tanaman kakao, kelompok Fadhila tidak berhubungan dengan lembaga sarana
produksi. Karena bibit kakao sebagian besar diperoleh dari bantuan pemerintah
daerah. Selain bibit dari pemerintah, terdapat juga petani yang mendatangkan
bibit kakao dari Balai Penelitian Kakao dan Kopi Jember. Petani yang sengaja
mendatangkan bibit dari balai penelitian tersebut memilki alasan bahwa untuk
mengahasilkan kakao yang baik maka kualitas bibit harus diperhatikan.
Demikian juga dengan petani pada
kelompoktani Tunas Harapan. Dalam pengadaan sarana produksi berupa bibit kakao,
petani memperoleh dari pemerintah dan petani pembibit kakao. Bibit yang dibeli
oleh petani, dibeli kepada petani di Batu Balang yang mempunyai usaha
pembibitan kakao. Di Nagari Batu Balang terdapat petani kakao yang telah lama
memilki kebun kakao dan telah membibitkan kakao untuk dijual kepada petani
lain. Sedangkan dalam pemasaran hasil, lembaga yang terlibat adalah pedagang
pengumpul dan pedagang gudang kakao di Kota Payakumbuh. Kebanyakan petani
menjual hasil kakaonya kepada pedagang pengumpul yang berkeliling ke
kampungkampung.
Hal ini dilakukan petani dengan
alasan mereka tidak perlu mengeluarkan biaya lagi untuk traspor ke pasar. Harga
yang digunakan cenderung lebih rendah dari pada harga pada pedagang gudang
kakao. Dalam berhubungan dengan pedagang pegumpul petani tidak memilki posisi
tawar karena petani yang menjual ke pedagang pengumpul biasanya meiliki jumlah
kakao yang tidak banyak. Selain itu apabila petani memerlukan uang dalam
kondisi mendesak, petani akan menjual kakao dalam kondisi yang kurang baik
seperti belum terlalu kering, sehingga pedagang dapat menurunkan harga. Petani
yang menjual ke gudang biasanya menjual kakao dalam jumlah banyak. Dalam
kondisi tertentu harga jual kakao di gudang lebih tinggi rata-rataRp 500,-/kg
dari pedagang pengumpul. Dan bila kakao dijual dalam jumlah banyak petani dapat
memilki posisi tawar. Terlebih lagi bila kakao memilki kekeringan yang baik.
Hasil penelitian juga menunjukan bahwa pedagang membeli kakao fermentasi dan
tidak fermentasi dengan harga yang sama. Hal ini menyebabkan petani tidak
terdorong melakukan fermentasi biji kakao.
Analisis :
Sekolah Lapang merupakan salah satu metode penyuluhan yang baik,
didalamnya kelompok tani bisa terlibat secara langsung. Pada kasus gotong
royong dilakukan dalam semua tahapan budidaya mulai dari penanaman,
pemeliharaan termasuk pemupukan dan pemangkasan. Keterlibatan anggota dalam
kebun tersebut merupakan upaya nyata proses pembelajaran yang dilakukan dari
petani oleh petani dan untuk petani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar