1.1 Falsafah Penyuluhan
Dahama dan Bhatnagar (Mardikanto, 1993)
mengartikan falsafah sebagai landasan pemikiran yang bersumber kepada kebijakan
moral tentang segala sesuatu yang akan dan harus diterapkan di dalam praktek. Falsafah
berarti pandangan, yang akan dan harus diterapkan. Falsafah penyuluhan berpijak
pada pentingnya pengembangan individu dalam menumbuhkan masyarakat dan bangsa.
Paulian (1987) menyatakan falsafah
penyuluhan pertanian diantaranya adalah
: Pertama, Belajar dengan mengerjakan sendiri adalah efektif; apa yang
dikerjakan atau dialami sendiri akan berkesan dan melekat pada diri petani atau
nelayan dan menjadi kebiasaan baru. Kedua, Belajar melalui pemecahan masalah
yang dihadapi adalah praktis; kebiasaan mencari kemungkinan-kemungkinan yang
lebih baik dan menjadikan petani seseorang yang berprakarsa dan berswadaya.
Ketiga, Berperanan dalam kegiatan-kegiatan
menimbulkan kepercayaan akan
kemampuan diri sendiri, program pertanian untuk petani atau nelayan dan
oleh petani atau nelayan akan
menimbulkan partisipasi masyarakat tani
atau nelayan yang wajar.
Berikut ini
merupakan 11 Falsafah Penyuluh Pertanian menurut EINSMINGER (1962) :
- Penyuluhan adalah proses
pendidikan yang bertujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan
keterampilan masyarakat.
- Sasaran penyuluhan
adalah segenap warga masyarakat (pria, wanita dan anak-anaknya) untuk
menjawab kebutuhan dan keinginannya
- Penyuluhan mengajar
masyarakat tentang apa yang diinginkannya, dan bagaimana cara mencapai
keinginan-keinginan itu.
- Penyuluhan bertujuan
membantu masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri.
- Penyuluhan adalah
“belajar sambil bekerja” dan “percaya tentang apa yang dilihatnya”.
- Penyuluhan adalah
pengembangan individu, pimpinan mereka, dan pengembangan dunianya secara
keseluruhan.
- Penyuluhan adalah bentuk
kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat.
- Penyuluhan adalah
pekerjaan yang diselaraskan dengan budaya masyarakatnya,
- Penyuluhan adalah
prinsip hidup dengan saling berhubungan, saling menghormati dan saling
mempercayai antara satu sama lainnya.
- Penyuluhan merupakan
kegiatan dua arah.
- Penyuluhan merupakan
proses pendidikan yang berkelanjutan.
Di Amerika Serikat telah lama dikembangkan falsafah 3-T : teach, truth, and trust
(pendidikan, kebenaran dan keperca-yaan/keyakinan). Artinya, penyuluhan
merupakan kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah
diyakini. Dengan kata lain, dalam penyuluhan pertanian, petani dididik untuk
menerapkan setiap informasi (baru) yang telah diuji kebenarannya dan telah
diyakini akan dapat memberikan manfaat (ekonomi maupun non ekonomi) bagi
perbaikan kesejahteraannya.
1.2 Paradigma
Baru Penyuluhan Pertanian
Mengingat
adanya begitu banyak perubahan yang telah dan sedang terjadi di ling-kungan
pertanian, baik pada tingkat individu petani, tingkat lokal, tingkat daerah,
nasional, regional maupun internasional, maka pelaksanaan penyuluhan pertanian
perlu dilandasi oleh pemikiran-pemikiran yang mendalam tentang situasi baru dan
tantangan masa depan yang dihadapi oleh penyuluhan pertanian. Paradigma baru ini memang perlu, bukan untuk
mengubah prinsip-prinsip penyuluhan tetapi untuk mampu merespon
tantangan-tantangan baru yang muncul dari situasi baru itu. Paradigma baru itu adalah sebagai berikut.
1.
Jasa informasi.
Bertani adalah profesi para petani, dalam keadaan bagaimanapun petani
akan tetap bertani (kecuali dia pindah profesi) dan selalu berusaha dapat
bertani dengan lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu yang mereka perlukan
adalah informasi baru tentang segala hal yang berkaitan dengan usahataninya.
Apakah itu informasi baru tentang teknologi budidaya pertanian, tentang
sarana-sarana produksi, permintaan pasar, harga pasar, cuaca, serangan dan
ancaman hama dan penyakit, berbagai alternatif usahatani lain, dan lain
sebagainya. Dengan mendapatkan informasi-informasi yang relevan dengan
usahataninya itu para petani akan meningkat kemampuan dan kemungkinannya untuk
membuat keputusan-keputusan yang lebih baik dan yang lebih menguntungkan bagi
dirinya sendiri dan tidak tergantung pada keputusan orang atau fihak lain.
Informasi adalah bahan mentah untuk menjadi pengetahuan, dan pengetahuan itu
sangat diperlukan untuk bisa mempertahankan hidupnya, apalagi untuk meningkatkan
kualitas hidupnya. Dunia petani tidak lagi sebatas desanya, tetapi sudah meluas
ke semua daerah di negaranya bahkan ke manca negara. Oleh karena itu para
petani juga semakin memerlukan informasi tentang dunianya yang semakin luas
itu. Kalau kebutuhannya akan berbagai macam informasi itu tidak terpenuhi maka
itu berarti para petani itu terkendala untuk maju. Penyuluhan pertanian
seyogyanya dapat berfungsi melayani kebutuhan informasi para petani itu.
Konsekuensi : Konsekuensinya bagi penyuluhan pertanian ialah harus mam-pu menyiapkan,
menyediakan dan menyajikan segala informasi yang diperlukan oleh para petani
itu. Informasi-informasi tentang berbagai komoditas pertanian dan informasi
lain yang berhubungan dengan pengolahan dan pemasarnya perlu dipersiapkan dan
dikemas dalam bentuk dan bahasa yang mudah dimengerti oleh para petani.
2.
Lokalitas.
Akibat dari adanya desentralisasi dan kemudian
otonomi daerah, penyuluhan pertanian harus lebih memusatkan perhatian pada
kebutuhan pertanian dan petani di daerah kerjanya masing-masing. Ekosistem
daerah kerjanya harus dikuasai dengan baik secara rinci, ciri-ciri lahan dan
iklim di daerahnya harus dikuasai dengan baik, informasi-informasi yang
disediakan haruslah yang sesuai dengan kondisi daerahnya, teknologi yang
dianjurkan haruslah teknologi yang sudah dicoba dan berhasil baik di daerah yang bersang-kutan, pokoknya semua informasi dan anjuran harus
yang benar-benar sesuai dengan kondisi daerah dan ini diketahui karena sudah
melalui ujicoba setempat. Sebenarnya prinsip lokalitas ini dalam penyuluhan
bukanlah prinsip baru, tetapi di masa lalu tak dapat dilaksanakan dengan baik
karena prasarananya tidak mendukung. Mudah-mudahan dalam era otoda ini
kondisinya lebih memungkin-kan.
Konsekuensi :
Untuk dapat memenuhi prinsip lokalitas ini Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian dan lembaga sejenisnya harus lebih
difungsi-aktifkan, bah-kan diperluas penyebarannya sampai ke daerah tingkat II
dalam bentuk stasion-stasion percobaan dan penelitian. Kegiatannya juga
diperluas, bukan terbatas pada aspek teknologi budidaya saja tetapi juga
menyangkut aspek-aspek sosial-ekonomi-budaya pertanian setempat. Informasi
pasar dan bisnis setempat dan daerah yang lebih luas juga perlu dihimpun dan
disajikan. Materi yang diteliti haruslah materi yang berasal dari permasalah
riil yang sedang dihadapi para petani setempat. Penelitian yang dilakukan di
BPTP bukanlah asal penelitian, tetapi haruslah penelitian yang bertujuan
memecahkan masalah atau kebutuan petani setempat.
3. Berorientasi
agribisnis.
Usahatani adalah bisnis,
karena semua petani melakukan usahatani dengan motif mendapatkan keuntungan.
Kebutuhan keluarga petani pada saat ini telah sangat berkembang dibandingkan
beberapa tahun sebelumnya. Hampir semua kebutuhan perlu dibeli ataupun dibayar
dengan uang. Kebutuhan keluarga ini akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya taraf kehidupan mereka,
se-hingga para petani memerlukan pendapatan yang semakin banyak dari
usaha-taninya. Untuk mendapatkan itu para petani perlu mengadopsi prinsip-prinsip
agribisnis agar mereka memperoleh pendapatan yang lebih besar dari hasil
usahataninya. Penyuluhan dimasa lalu lebih menekankan perlunya meningkatkan
produksi usahatani, dan kurang memperhatikan pendapatan atau keuntungan . Oleh
karena itu di masa depan penyuluhan pertanian harus berorientasi agribisnis,
memperhatikan dan memperhitungkan dengan baik masalah pendapatan dan keuntungan
itu.
Penggunaan inputs produksi seperti bibit dan pupuk
harus diperhitungkan dengan baik dibandingkan dengan tingkat produksi yang akan
diperoleh sehingga dapat diperhitungkan
dan diketahui tingkat keuntungan yang bakal diperoleh. Kalau sebelumnya petani
biasa menjual hasil panennya sebagai bahan mentah yang berharga rendah, di masa
depan diusahakan agar para petani bisa menjual hasil panen yang sudah diolah
yang memiliki nilai tambah.
Konsekuesi
: Konsekuensinya para
penyuluh pertanian harus mereorientasi dirinya ke arah agribisnis karena selama
ini kurang sekali mereka berorientasi ke arah itu. Prinsip-prinsip dan teknologi-teknologi
yang berkaitan dengan agribisnis harus lebih banyak dikembangkan dan dipelajari
oleh para penyuluh. Penyuluhan pertanian di masa depan tidak terbatas pada
aspek teknologi produksi pertanian saja, tetapi jauh lebih luas meliputi aspek ekonomi,
teknologi pasca panen, teknologi pengolahan, pengemasan, pengawetan,
pengangkutan dan pemasaran. Kerjasama dan koordinasi dengan badan-badan yang
menangani pengolahan dan menangani produk-produk olahan itu juga sangat perlu
dilakukan oleh lembaga penyuluhan pertanian.
4.
Pendekatan Kelompok .
Materi-materi penyuluhan pertanian seperti
dibahas pada butir-butir di atas disajikan kepada para petani tidak dengan
pendekatan individual, tetapi melalui pendekatan kelompok, kecuali untuk
kasus-kasus tertentu yang memang memer-lukan pendekatan individual. Pendekatan
kelompok ini disarankan bukan hanya karena pendekatan ini lebih efisien, tetapi
karena pendekatan itu mempunyai konsekuensi dibentuknya kelompok-kelompok tani,
dan terjadinya interaksi antar petani dalam wadah kelompok-kelompok itu.
Terjadinya interaksi antar petani dalam
kelompok-kelompok itu sangat penting sebab itu merupakan forum komunikasi yang
demokratis di tingkat akar rumput (grass root). Forum kelompok itu
merupakan forum belajar sekaligus forum pengambilan keputusan untuk memperbaiki
nasib mereka sendiri. Melalui forum-forum semacam itulah pemberdayaan
ditumbuhkan yang akan berlanjut pada tumbuh dan berkembangnya kemandirian
rakyat petani, dan tidak menggantungkan nasib dirinya pada orang lain, yaitu
penyuluh sebagai aparat pemerintah. Melalui kelompok-kelompok itu kepemimpinan
di kalangan petani juga akan tumbuh dan berkembang dengan baik melalui
pembinaan penyuluh per-tanian.
Konsekuensi : Konsekuensinya para
penyuluh pertanian perlu disiapkan dengan baik bagaimana cara membina kelompok
dan mengembangkan kepemimpinan kelompok agar kelompok itu tumbuh menjadi
kelompok tani yang dinamis. Kelompok-kelompok dengan anggota-anggotanya yang
sudah menjadi dinamis itu nantinya akan menjadi kader dan pimpinan untuk melancarkan pembangunan masyarakat
desa yang benar-benar berasal dari bawah (bottom up).
5. Fokus pada kepentingan petani.
Kepentingan petani harus selalu menjadi titik pusat perhatian
penyuluh-an pertanian. Kalaupun ada kepentingan-kepentingan lainnya, tetap
kepentingan petani adalah yang pertama, yang kedua juga kepentingan petani,
juga yang ketiga. Baru sesudah itu difikirkan kepentingan fihak lain. Di
masa-masa lalu kepentingan petani selalu dikalahkan oleh kepentingan nasional,
yang berakhir dengan kurang diperhatikannya kepentingan petani. Menjadikan
petani sebagai ”tumbal” pembangunan nasional itu perlu dihentikan. Eksploitasi
petani sebagai fihak yang lemah untuk kepentingan fihak lain harus dihentikan
antara lain dengan memberdayakan mereka menjadi fihak yang lebih kuat.
Penyuluhan pertanian di masa depan harus jelas-jelas berfihak kepada petani,
dan bukan kepada lainnya. Dalam agribisnis penyuluh harus berfihak pada petani,
bukan pada pengusaha.
Kepentingan petani itu sederhana saja yaitu
mendapatkan imbalan yang wajar dan adil dari jerih payah dan pengorbanan
lainnya dalam berusaha tani, dan mendapatkan kesempatan untuk memberdayakan
dirinya sehingga mampu me-nyejajarkan dirinya dengan unsur masyarakat lainnya.
Konsekuensinya : Para penyuluh
baik yang ada di lapangan maupun yang ada di kantoran harus lebih mendekatkan
dirinya dengan petani dan lebih menghayati kepentingan-kepentingannya, serta
mengubah pola loyalitasnya kepada atasan dan instansi tempatnya bekerja.
Prinsip ini juga hanya akan dapat dilaksanakan bila penyuluhan pertanian di
tingkat lapangan diberi otonomi untuk menentukan sendiri bersama kelompok tani
program-program yang akan dilaksanakan. Dengan demikian kepentingan petani
dalam setiap kelompok dapat diperhatikan. Konsekuensi lainnya ialah bahwa
penyuluh pertanian harus benar-benar mampu mengidentifikasi kepentingan petani
dan menuangkannya dalam program-program penyuluhan melalui kerjasama sejati
dengan para petani.
6. Pendekatan humanistik-egaliter.
Agar berhasil baik penyuluhan pertanian harus
disajikan kepada petani dengan menempatkan petani dalam kedudukan yang sejajar
dengan penyuluhnya, dan diperlakukan secara humanistik dalam arti mereka
dihadapi sebagai manusia yang memiliki kepentingan, kebutuhan, pendapat, pengalaman,
kemampuan, harga diri, dan martabat. Mereka harus dihargai sebagaimana layaknya
orang lain yang sejajar dengan diri penyuluh, atau bahkan yang berkedudukan
lebih tinggi dari penyuluh yang bersangkutan. Kalau para petani tidak
diperlakukan semacam itu, kecenderungannya mereka tidak akan memberi respon
yang positif terhadap materi penyuluhan yang dibawakan oleh para penyuluh.
Dengan pendekatan yang humanistik-egaliter semacam itu akan tumbuh sikap
saling menghargai antara penyuluh dan petani, dan akibat selanjutnya ialah
kepentingan-kepentingan petani akan mendapatkan perhatian utama dari para
penyuluh dan petani akan menghar-gai usaha-usaha penyuluh..
Hal itu perlu dijadikan salah satu unsur
paradigma baru penyuluhan karena di masa lalu pendekatan semacam itu masih
kurang mendapatkan perhatian. Petani cenderung kurang dihargai, cenderung
dianggap lebih ”bodoh” dari penyuluhanya, kepentingannya kurang diperhatikan,
dan keluhannya kurang didengarkan.
Konsekuensi : Para
penyuluh pertanian perlu dibekali dengan seperangkat penge-tahuan dan
keterampilan yang berkaitan dengan masalah komunikasi sosial, psikologi sosial,
stratifikasi sosial, dll. agar mereka mampu memerankan penyuluhan yang
humanistk-egaliter itu.
7.
Profesionalisme
Penyuluhan pertanian di masa depan harus dapat
dilaksanakan secara profesional dalam arti penyuluhan itu tepat dan benar
secara teknis, sosial, budaya dan politik serta efektif karena direncanakan,
dilaksanakan dan didukung oleh tenaga-tenaga ahli dan terampil yang telah
disiapkan secara baik dalam suatu sistem penyuluhan pertanian yang baik pula.
Penyuluhan yang profesional itu juga didukung oleh faktor-faktor pendukung yang
tepat dan memadai, seperti peralatan dan fasilitas lainnya, informasi, data,
dan tenaga-tenaga ahli yang relevan.
Ketepatan materi penyuluhan terhadap kebutuhan
petani akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bersama
dengan para petani, dan ini menjamin adanya partisipasi para petani. Kegagalan
karena kurangnya respon dan partisipasi petani dapat dihindarkan.
Programa-programa penyuluhan dirancang pula secara profesional sehingga
terjamin kelancaran dan keefektifannya bila dilaksanakan. Bila penyuluhan
pertanian dapat dilakukan secara profesional dan dilaksanakan oleh
tenaga-tenaga profesional dan sub-profesional pula, maka otonomi penyuluhan
dalam arti melaksanakan secara mandiri dan tidak selalu tergantung pada arahan
dan petunjuk dari ”atas” akan benar-benar dapat diwujudkan. Dan penyuluhan yang
otonom seperti telah dikemukakan di atas menjamin diperhatikannya kepentingan
petani setempat.
Konsekuensi : Bila prinsip ini diterima konsekuensinya ialah perlu dipersiapkan generasi penyuluh yang
profesional dan yang sub-profesional, dan penyuluh yang telah ada (yang belum
termasuk profesional atau sub-profesional) perlu ditatar agar meningkat menjadi
profesional/sub-profesional. Untuk keperluan semua itu perlu dilakukan penataan
dan peningkatan dari lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menangani
tenaga-tenaga penyuluh itu. Lembaga pendidikan yang dimaksud harus cukup
tersebar di nusantara ini, selain agar dapat lebih baik melayani kebutuhan
tenaga penyuluh pertanian di daerah, juga agar kespesifikan lokal dapat
diangkat secara semestinya. Lembaga-lembaga pelatihan bagi para penyuluh harus
dibangun di setiap daerah tingkat II agar para penyuluh yang bekerja di daerah
itu dapat dilatih dan berlatih secara berkala. Materi pelatihannya haruslah
yang relevan dengan kebutuhan tugas-tugasnya di lapangan, tidak hanya mengenai
teknologi budidaya produksi pertanian, tetapi mengenai semua aspek agribisnis,
analisa dan perencananaa usahatani, metoda-metoda dan teknik-teknik penyuluhan,
kepemimpinan dan pembinaan kelompok, dan lain sebagainya. Kerjasama dengan
perguruan-perguruan tinggi perlu ditingkatkan agar dapat memanfaatkan
potensi-potensi SDM yang ada di
dalamnya.
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas atau pertanggung-jawaban,
maksudnya setiap hal yang dila-kukan dalam rangka penyuluhan pertanian harus
difikirkan, direncanakan, dan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya, agar proses dan hasilnya dapat
dipertang-gung-jawabkan. Sistem pertanggung-jawaban itu harus ada dan
mengandung konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi penyuluh-penyuluh yang
bersangkutan, apakah itu berupa konsekuensi positif (penghargaan) ataupun negatif
(hukuman). Prinsip akuntabilitas ini diperlukan untuk menjadi penyeimbang
prinsip otonomi penyuluhan yang sudah disarankan sebelumnya. Akuntabilitas ini
jaga merupakan unsur yang tak terpisahkan dari profesionalisme, dan merupakan
kelanjutan dari evaluasi. Akuntabilitas ini tidak hanya diperlukan dalam rangka
tertib administrasi penyuluhan saja, tetapi lebih dari itu sebab kegiatan
penyuluhan yang menggunakan dana masyarakat melalui anggaran pemerintah daerah
harus dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat termasuk kepada petani. Anggaran
penyuluhan yang dialokasikan untuk tahun berikutnya sangat tergantung pada
efektifitas dan hasil nyata dari penyuluhan sebelumnya.
Konsekuensi : Harus diciptakan sistem
evaluasi dan akuntabilitas yang dapat dioperasikan secara tepat dan akurat.
Setiap jenis kegiatan penyuluhan harus jelas dan terukur tujuannya, biaya
penyuluhan harus dipertimbangkan dengan hasil dan dampak dari penyuluhan itu.
Hanya harus dimengerti bahwa hasil penyuluhan tidak selalu terjadi secara langsung,
tetapi penyuluhan sering merupakan investasi berjangka yang hasilnya baru akan
terlihat beberapa waktu setelah penyuluhan dilakukan. Namun demikian tetap
diperlukan adanya indikator keberhasilan penyuluhan dalam jangka pendek yang
akan dapat digunakan sebagai pertang-gung-jawaban kegiatan penyuluhan yang
dilakukan. Yang penting harus ada mekanisme pertanggung-jawaban itu, kalau
berhasil seperti apa hasilnya, sesuai dengan tujuan atau tidak; kalau tidak
atau kurang berhasil harus bisa dijelaskan mengapa demikian.
9. Memuaskan Petani
Apapun yang dilakukan dalam penyuluhan
pertanian haruslah membuah-kan rasa puas pada para petani yang bersangkutan dan
bukan sebaliknya kekece-waan. Petani akan merasa puas bila penyuluhan itu
memenuhi sebagian ataupun semua kebutuhan dan harapan petani. Ini berarti
kegiatan penyuluhan haruslah di-rencanakan untuk memenuhi salah satu atau
beberapa kebutuhan dan harapan petani. Sebagian besar prinsip yang telah
dikemukakan di atas sebenarnya bisa diartikan untuk memuaskan petani juga,
tetapi rangkuman dari semua prinsip itu haruslah tetap bernuansa memuaskan petani. Karena itulah prinsip
memuaskan petani itu dikemukakan di sini sebagai prinsip tersendiri.
Kepuasan petani dari penyuluhan tidak hanya
kalau materi penyuluhan itu sesuai dengan apa yang dibutuhkan, tetapi cara
penyajian juga akan berpengaruh pada kepuasannya itu. Oleh karena itu materi
penyuluhan yang tepat haruslah di-sajikan dengan sikap kepelayanan sepenuh
hati. Maksudnya kalau menyuluh itu jangan tanggung-tanggung, lakukanlah
sebaik-baiknya dan selengkap-lengkapnya sesuai dengan yang benar-benar
dibutuhkan oleh para petani sampai mereka merasa puas. Mungkin usahataninya
belum berhasil ditingkatkan oleh mereka, tetapi penyuluhan yang diterima telah
menimbulkan kepuasan tersendiri. Kalau usahataninya belum berhasil maka
penyuluh masih berkewajiban ”melayani” de-ngan memberi bantuan lebih lanjut
sampai usahataninya benar-benar berhasil.
Penyuluh pertanian memang bukan manusia
sempurna, tetapi sebagai penyuluh mereka harus selalu berusaha lebih baik dan
lebih mampu dari sebelumnya. Kalau pada suatu waktu penyuluh tidak dapat
menjawab pertanyaan petani, dia mengaku belum bisa tetapi menjajikan akan
mencarikan informasi ten-tang itu. Kemudian penyuluh itu benar-benar berhubungan
dengan sumber-sumber informasi yang diketahui untuk minta informasi yang
diperlukan petani itu, dan kalau sudah didapat akan diteruskan kepada petani
yang bersangkutan. Itu namanya pelayanan penyuluhan sepenuh hati, bukan
penyuluhan setengah hati ataupun penyuluhan semaunya dan sebisanya.
Konsekuensi : Pendidikan, pelatihan dan keteladanan yang tepat dapat mengha-silkan
tenaga-tenaga penyuluh yang mampu menyuluh dengan sepenuh hati. Untuk itu
lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan untuk para penyuluh harus disiapkan
untuk dapat mengemban misi semacam itu. Selain itu fasilitas yang memadai di
lembaga-lembaga penyuluhan pertanian seperti perpustakaan, internet dan
jaringan kerjasama dengan instansi-instansi terkait juga akan sangat membantu
para penyuluh untuk dapat memberi pelayanan penyuluhan sepenuh hati itu.
Kesembilan prinsip tersebut di atas membentuk
paradigma (pola pikir, pola pandang, pola pelaksanaan) penyuluhan pertanian di
era mendatang, dalam situasi baru yang sudah serba berubah dan yang mengandung
tantangan-tantangan baru yang lebih komplek. Tidak semua prinsip tersebut
merupakan prinsip baru dalam penyuluhan pertanian, tetapi karena di masa lalu
belum sempat dilaksanakan dengan semestinya, maka di masa depan perlu
mendapatkan perhatian yang lebih besar. Sebaliknya banyak prinsip-prinsip lain
yang tidak disarankan di sini karena prinsip-prinsip itu telah diadopsi secara
baik di masa lalu sampai sekarang.
- terimaksih tulisan ini, salam pertanian.
BalasHapus