Pengertian
Pengambilan Keputusan Adopsi
Proses adopsi dan difusi mempunyai hubungan yang sangat
erat. Proses adopsi terjadi pada
orang-orang secara individual, sedangkan proses difusi terjadinya perembesan
inovasi di masyarakat. Penyebarluasan suatu inovasi selalu memerlukan waktu. Sampai
waktu sasaran melaksanakan anjuran penyuluh (inovasi baru) itu, telah
berlangsung suatu proses mental pada diri sasaran. Jangka waktu yang diperlukan itu bervariasi
dan prosesnya terjadi dalam beberapa tahap.
Proses mental yang terjadi pada sasaran sampai melaksanakan anjuran tadi
disebut Proses Adopsi. Menurut Rogers
(1960) proses adopsi itu terjadi mulai seseorang mendengar suatu ide baru
sampai akhirnya ia melaksanakannya (mengadopsinya). Salah satu faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi adalah sifat dari inovasi
itu sendiri. Inovasi yang akan diintroduksi harus
mempunyai banyak kesesuaian (daya adaptif) terhadap kondisi
biofisik, sosial, ekonomi, dan
budaya yang ada di
petani. Untuk itu,
inovasi yang ditawarkan
ke petani harus inovasi yang tepat guna.
Proses Adopsi
Inovasi
Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahapan-tahapan
sebelum masyarakat mau menerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri,
meskipun selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainnya itu tidak selalu
sama (tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran, keadaan lingkungan
(fisik maupun sosial), dan aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh).
Dalam proses adopsi atau penerimaan, kita dapat melihat adanya lima tahap,
yaitu :
1.
Tahap kesadaran atau penghayatan (awareness stage)
Pada tahap ini sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi
yang ditawarkan oleh penyuluh. Pada tahap ini sasaran sudah maklum atau
menghayati sesuatu hal yang baru yang aneh tidak biasa (kebiasaan atau cara
yang mereka lakukan kurang baik atau mengandung kekeliruan, cara baru dapat
meningkatkan hasil usaha dan pendapatannya, cara baru dapat mengatasi kesulitan
yang sering dihadapi). Hal ini
diketahuinya karena hasil berkomunikasi dengan penyuluh. Tahapan mengetahui adanya inovasi dapat
diperoleh seseorang dari mendengar, membaca atau melihat, tetapi pengertian
seseorang tersebut belum mendalam.
2.
Tahap Minat atau tertarik (interest stage)
Pada tahap ini sasaran
mulai ingin mengetahui lebih banyak perihal yang baru tersebut. Ia menginginkan keterangan-keterangan yang
lebih terinci lagi. Sasaran mulai
bertanya-tanya. Hanya keberhasilan dan
penjelasan petani golongan early adopterlah yang dapat menghilangkan
kebimbangan petani yang telah menaruh minat.
3.
Tahap Penilaian (Evaluation stage)
Pada tahap ini sasaran mulai berpikir-pikir dan menilai
keterangan-keterangan perihal yang baru itu.
Juga ia menghubungkan hal baru itu dengan keadaan sendiri (kesanggupan,
resiko, modal, dll.). Pertimbangan-
pertimbangan atau penilaian terhadap inovasi dapat dilakukan dari tiga segi,
yaitu teknis, ekonomis dan
sosiologis. Misalkan inovasi yang
diperkenalkan adalah jenis padi baru, segi-segi teknis yang dinilai adalah
tingkat produktivitasnya, pemeliharaannya mudah atau tidak, umurnya lebig
pendek daripada lokal atau tidak, mudah terserang hama dan penyakit atau tidak
dsb. Penilaian berikutnya dilakukan
terhadap segi ekonominya; penilaian segi ini dilakukan terhadap semua biaya
yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi untuk satuan luas tertentu pada
suatu periode kegiatan berproduksi dan nilai yang diperoleh dari hasil
penjualan hasil produksinya.
Selisih antara nilai penjualan dari nilai pengorbanan yang
diperlukan dihitung dalam nilai uang, merupakan keuntungan yang dapat diperoleh
dari usaha tani tersebut. Keuntungan
inilah yang akan diperbandingkan dengan keuntungan yang diperoleh jika
seseorang menanam padi jenis unggul lokal.
Pertimbangan dari segi sosial ini antara lain manfaat penerapan inovasi
tersebut bagi masyarakat di sekitar usaha taninya, apakah penerapan inovasi ini
dapat memberikan lapangan kerja baru bagi keluarganya atau masyarakat
disekitarnya. Jika penilaian telah
dilakukan dan kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa penerapan inovasi
tersebut menguntungkan, maka seseorang akan melangkah ke tahap berikutnya.
4.
Tahap Percobaan ( Trial stage)
Pada tahap ini sasaran sudah mulai mencoba-coba dalam luas
dan jumlah yang sedikit saja. Sering
juga terjadi bahwa usaha mencoba ini tidak dilakukan sendiri, tetapi sasaran mengikuti
(dalam pikiran dan percakapan-percakapan), sepak terjang tetangga atau instansi
mencoba hal baru itu (dalam pertanaman percobaan atau demosntrasi). Kalau ia sudah yakin tentang apa yang
dianjurkan, maka ia kan mengetrapkannya secara lebih luas. Bila gagal dalam percobaan ini, maka petani
yang biasa akan berhenti dan tidak akan percaya lagi. Tapi petani naju yang ulet akan mengulangi
percoabaannya lagi, sampai ia mendapat keyakinannya.
5.
Tahap Penerimaan (Adoption).
Pada tahap ini sasaran sudah yakin akan kebenaran atau
keunggulan hal baru itu, maka ia mengetrapkan anjuran secara luas dan
kontinu. Ia juga akan mengajurkannya
kepada tetangga atau teman-temannya. Dalam prakteknya pentahapan tadi tidak
perlu secara berurutan dilaluinya. Dapat
saja sesuatu tahap dilampaui, karena tahap tersebut dilaluinya secara
mental. Tidak semua orang mempunyai
waktu, kesempatan, ketekunan, kesanggupan dan keuletan yang sama untuk
menjalani, kadang-kadang mengulangi proses adopsi sampai sakhir dan mendapat
sukses.
Kegunaan praktis bagi para penyuluh pertanian perihal proses
adopsi adalah untuk mengetahui sampai tahap mana sasaran yang dihadapinya
itu. Jadi harus tahu ciri-ciri dari tiap
tahap, dan pengetahuan ini digunakan untuk dapat memberikan bahan-bahan
penyuluhan yang tepat dan sesuai kepada orang-orang tertentu pada masing-masing
tahap dan pada waktu-waktu tertentu pula.
Juga untuk dapat memilih metoda penyuluhan yang tepat pada kesempatan
(tahap) tertentu.
Bagi para penyuluh pertanian tiap tahap dari proses adopsi
itu akan memberikan indikasi golongan usaha penyuluhan yang harus digunakan,
umpamanya :
a)
Pada tahap kesadaran yang dilakukan adalah usaha untuk
menimbulkan perhatian atau kesadaran.
Cara-caranya lebih banyak di lapangan komunikasi massal, seperti siaran melalui radio (siaran pedesaan), surat
kabar, majalah, film, televisi, poster, dan lain-lain.
b)
Pada tahap minat maka usaha yang dilakukan adalah upaya-upaya hubungan secara perorangan, baik
lisan maupun tertulis. Orang-orang yang
sudah sadar dan memperlihatkan sedikit minat terhadap perubahan, supaya lebih
banyak diberi penjelasan agar minatnya dapat tumbuh dan berkembang.
c)
Pada tahap penilaian maka usaha para penyuluh adalah
memberikan bahan-bahan pertimbangan kepada sasaran. Dapat berbentuk kunjungan rumah yang lebih
sering, pameran, darmawisata, demonstrasi, latihan, surat-surat selebaran dll.
d)
Pada tahap percobaan penyuluh akan memberikan data
teknis yang dapat meyakinkan sasaran.
Juga sasaran akan dapat kesempatan untuk mencoba atau melakukan demonstrasi
di tanahnya sendiri, di bawah bimbingan penyuluh. Darmawisata kepada orang-orang yang telah
berhasil akan menambah keyakinan tadi.
e)
Pada tahap penerimaan atau pengetrapan maka penyuluh
akan terus mendampingi atau membimbing sasaran, yang sudah melaksanakan anjuran
secara lebih luas dan kontinu itu.
Biasanya pada tahap ini sasaran sudah diakui sebagai petani maju. Mungkin selanjutnya juga dijadikan petani
teladan, terus kontak tani pada akhirnya.
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proses
adopsi, dari tahap kesadaran sampai tahap penerimaan atau pengetrapan, maka
kita dapat membagi sasaran itu dalam lima golongan, yaitu :
1.
Golongan Pelopor atau Inovator [ 2,5% ]
Golongan ini merupakan golongan yang paling cepat melewati
proses adopsi. Orang yang termasuk
golongan ini jumlahnya tidak banyak dalam suatu daerah, satu atau dua orang
saja, mungkin juga tidak ada. Mereka
merupakan orang yang maju sekali, pandai, pengetahuannya luas, usahanya maju,
penghasilannya tinggi, kaya dan pengalamannya luas. Tanah usahanya luas, mempunyai kegemaran dan
kesempatan untuk mencoba hal-hal baru.
Sifat istimewanya adalah selalu ingin tahu dan aktif mencari keterangan
kemana-mana. Petugas penyuluhan sering
dibuat kewalahan. Biasanya mereka kurang
memperdulikan orang-orang sekitarnya, tidak aktif menyebar-luaskan innovasi
atau pengetahuan dan pengalamannya.
Umumnya berumur setengah baya (40) dan mempunyai hubungan yang erat
dengan pihak luar (PT, Balai penelitian dan instansi tingkat pusat). Dengan demikian golongan ini lebih bersifat
“cosmopolite” apabila dibandingkan dengan golongan-golongan pengadopsi lainnya,
maka dalam proses penyebaran inovasi golongan ini tidak banyak membantu.
2.
Golongan Early Adopter (Pengadopsi) [13,5%]
Golongan ini merupakan
masyarakat yang berumur 25 - 40
tahun. Golongan ini merupakan sasaran yang cepat ikuti inovator, pendidikan
diatas masyarakat sekitar, dan mempunyai faktor produksi sehingga mudah untuk
praktekkan hal-hal baru, aktif dalam masyarakat dan supel dalam pergaulan,
sumber advis dan informasi bagi petani lain, mau berbagi pengetahuan sehingga
cocok untuk dijadikan petani teladan yang selanjutnya menjadi kontak tani,
bersifat “localite” dalam proses penyebaran inovasi, golongan ini paling
membantu penyuluh pertanian.
3.
Golongan Majority (Mayoritas Awal) [ 34%]
Pada golongan ini proses adopsi lebih lambat dibandingkan
golongan penerap dini, biasanya merupakan para tokoh masyarakat setempat,
dimana biasanya tidak mau usahanya gagal untuk menjaga agar citranya tidak
buruk,tingkat pendidikan, pengalaman, dan kondisi sosio ekonominya sedang.
4.
Golongan
Late Majority (Pengetrap
Akhir/Mayoritas Lamabt) [ 34%]
Pada golongan ini
petani yang kurang mampu, pendidikan rendah bahka masih buta huruf,
sifatnya kurang giat dalam mengetrapkan inovasi baru, harus melihat contoh dari
golongan terdahulu, kurang menggunakan media massa sehingga lambat mengetahui
informasi terbaru, hubungan dengan penyuluh relatif kecil.
5.
Golongan Laggard (Penolak/Lamban) [16%]
Golongan ini disebut juga non adopter, tuan-tuan tanah, petani yang berpandangan
kolot (tradisional), tidak senang terhadap perubahan, kalau-pun menerima akan
terjadi paling akhir. Berdasarkan aliran informasi atau sebagai sumber
informasi maka :
Lembaga penelitian (PT, BPTP, dll) merupakan sumber informasi
bagi golongan inovator, early adopter, dan penyuluh pertanian. Golongan inovator biasanya sudah maju, mampu,
penemuan-penemuan baru selalu didengar dengan cepat dan kurang perhatian thd
masyarakat sekitar maka tidak perlu menjadi perhatian (pembinaan) penyuluh
pertanian.
Sumber informasi golongan early majority adalah golongan
Early adopter dan penyuluh pertanian.
Golongan inilah yang harus memperoleh perhatian utama para penyuluh. Pada umumnya golongan ini menjadi tokok
masyarakat, sehingga tindakannya banyak diikuti oleh golongan late
majority. Golongan ini biasanya dekat
dengan golongan late majority dan laggard.
Sumber informasi golongan late majority adalah early majority,
golongan late majority baru mau mengadopsi inovasi baru setelah golongan early
majority mengadopsinya, sehingga golongan inipun tidak usah menjadi perhatian
yang utama dari penyuluh.
Yang paling mudah mempengaruhi golongan laggard adalah
golongan late majority, itupun sangat sulit terjadi. Dari uraian di atas dapat disumpulkan bahwa
yang harus menjadi perhatian utama para penyuluh adalah golongan early adopter.
Faktor – Faktor
Yang meperngaruhi Kecepatan Adopsi
Dari khasanah kepustakaan diperoleh informasi bahwa kecepatan
adopsi, ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:
a)
Sifat-sifat atau karakteristik inovasi
b)
Sifat-sifat atau karakteristik calon pengguna
c)
Pengambilan keputusan adopsi
d)
Saluran atau media yang digunakan
e)
Kualifikasi penyuluh.
Meskipun demikian, Mardikanto (1995) mensinyalir bahwa,
identifikasi beragam faktor penentu kecepatan adopsi inovasi itu masih terbatas
pada pendekatan proses komunikasi. Karena itu, dia mencoba menggali lebih jauh
dengan melaku-kan pendekatan kebudayaan (Soewardi, 1976), dan pendekatan sistem
agribisnis. Lebih lanjut, karena kegiatan penyuluhan pertanian dapat dili-hat
sebagai sub-sistem pengembangan masyarakat, maka kece patan adopsi inovasi
dapat pula dipengaruhi oleh perilaku aparat dan hal-hal lain yang terkait dalam
kegiatan pengem-bangan masyarakat.
Studi tentang adopsi inovasi, telah banyak dilakukan oleh
berbagai pihak. Herman Soewardi (1976), misalnya, telah melakukan studi untuk
melihat proses adopsi sebagai proses perkembangan kebudayaan, berdasarkan teori
Erasmus:
A
= f (M, C, L)
di mana: A =
adoption,
M
= motivation,
C
= cognition, dan
L
= limitation.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar